REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Pelaksanaan eksekusi putusan yang berkekuatan hukum tetap (inkraacht) terhadap koruptor, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari serangkaian proses peradilan dalam perkara korupsi. Kejaksaan sebagai lembaga yang dimandatkan oleh undang-undang seharusnya dapat menjadi ujung tombak pemerintah dalam perang melawan korupsi.
Koordinator Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW), Emerson Yuntho, mengatakan sedikitnya ada 66 perkara korupsi yang belum dieksekusi kejaksaan. “Kenyataannya kejaksaan dan institusi pengadilan terkesan mulai berkompromi dengan para koruptor,” kata Emerson, Selasa (20/3).
Menurut Emerson, kondisi berlarut-larutnya proses eksekusi terhadap koruptor, tidak saja menjadikan vonis bersalah yang diputuskan di tingkat kasasi menjadi kurang bermakna. Namun juga memberikan preseden buruk bagi upaya pemberantasan korupsi, serta memunculkan kesan negatif penegak hukum lemah atau kompromis terhadap koruptor. “Ini realitanya,” cetus Emerson.
Berdasarkan data ICW, sedikitnya 66 koruptor batal dieksekusi oleh kejaksaan, karena terjadi keterlambatan proses salinan putusan dan adanya penundaan eksekusi. Hal ini berdampak pada putusan peninjauan kembali (PK) MA yang membebaskan para koruptor.