Sabtu 17 Mar 2012 23:40 WIB

Kemenkes tak Keluarkan Izin Baru Tukang Gigi

Tukang gigi (ilustrasi)
Foto: kaskus
Tukang gigi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tidak akan mengeluarkan izin baru untuk tukang gigi seperti dinyatakan dalam Permenkes 1871/2011 tentang Pencabutan Peraturan Menteri Kesehatan No 339/1989.

"Permenkes 339/1989 berisi pembaruan izin bagi tukang gigi yang sudah ada, dan dengan Permenkes 1871/2009 yang membatalkan, maka tidak dikeluarkan izin baru bagi tukang gigi," tegas Direktur Bina Upaya Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan Dedi Kuswenda dalam jumpa pers di Jakarta, Sabtu (17/3).

Ia juga mengingatkan tukang gigi yang masih memiliki izin dilarang untuk melakukan praktik seperti dokter gigi, misalnya melakukan penambalan, pemasangan behel, pencabutan gigi dan memberikan obat-obatan seperti disebutkan dalam UU No 29/2004 tentang praktik kedokteran.

Sesuai dengan UU 29/2004 pasal 73 ayat 2, setiap orang dilarang menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dan atau surat izin praktik.

"Hasil kajian dari banyak teman profesi, pemasangan gigi yang di atas akar gigi itu tidak boleh, tapi banyak dilakukan oleh tukang gigi. Akar gigi kan tempat kuman, jika ditutup oleh gigi palsu, itu bisa menyebabkan kelainan, bahkan infeksi," papar Dedi.

Ia menambahkan banyak tukang gigi yang juga berani memasang kawat gigi (behel), padahal itu merupakan tindakan spesialistik yang hanya boleh dilakukan oleh dokter gigi.

Sesuai dengan Permenkes No 339/1989, tukang gigi hanya berwenang untuk membuat gigi tiruan lepasan dari akrilik sebagian atau penuh dan memasang gigi tiruan lepasan. "Tukang gigi sekarang praktiknya sudah macam-macam. Masyarakat harus tahu tentang aturan itu, karena ini menyangkut keselamatan pasien," ujar Dedi.

Sosialisasi aturan dan upaya penertiban disebut Dedi akan dilakukan oleh dinas kesehatan, baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. "Kami tidak akan melakukan 'sweeping' atau penertiban bagi tukang gigi tapi mereka akan kena UU praktik kedokteran. Bukan hanya kena Permenkes, tapi melanggar UU," papar Dedi.

Ketua Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) Zaura Rina Anggraeni mengatakan, keamanan merupakan pertimbangan utama bagi penertiban tukang gigi. "Banyak efek samping dari ringan sampai berat jika memaksakan diri berobat ke tukang gigi. Selain keamanan di rongga mulut, keselamatan pasien juga terabaikan dengan tidak adanya pengendalian infeksi atau penularan penyakit," ujar Zaura.

Ia juga menegaskan, praktik yang kini banyak ditawarkan tukang gigi, seperti pemasangan behel, 'jacket' atau 'bracket' gigi membutuhkan keterampilan dan izin praktik khusus.

Dikatakannya, pentingnya penertiban praktik tukang gigi, karena meskipun biaya 'berobat' ke tukang gigi lebih murah daripada ke dokter gigi, tapi dampaknya bisa jadi menimbulkan masalah yang akan berbiaya tinggi.

"Kita perlu memberi edukasi ke masyarakat terutama untuk mencegah terjadinya penyakit gigi dan mulut, dan jika ada masalah untuk tidak berobat ke tukang gigi," kata Zaura.

Saat ini diperkirakan ada sekitar 75 ribu tukang gigi diseluruh Indonesia sedangkan jumlah dokter gigi dan spesialis gigi ada sekitar 22 ribu, teknisi gigi 3 ribu orang dan perawat gigi sekitar 15 ribu orang.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement