REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) meminta Komisi I DPR-RI untuk melakukan pengetatan pengawasan pembelian enam unit pesawat Sukhoi dari Rusia.
LSM yang berasal dari Indonesian Corruption Watch, Kontras, Imparsial, Elsam, dan Human Right Working Grup mendatangi Komisi I dan mengatakan ada indikasi permainan dalam proses pengadaan pesawat tersebut. Khususnya terkait aspek ketidakwajaran dan kejanggalan harga pesawat yang tidak kecil jumlahnya.
"Kenapa pemerintah, dalam hal ini kementerian pertahanan lebih memilih untuk menggunakan skema pembelian Sukhoi dengan sumber dana pinjaman luar negeri atau kredit komersial? Tidak menggunakan fasilitas state loan yang telah disediakan oleh Pemerintah Federasi Rusia sebesar satu miliar dolar AS?" ujar Wakil Koordinator ICW, Adnan Topan Husodo, di gedung DPR, Jakarta, Kamis (15/3).
Kedua, alasan pembelian pesawat itu memiliki selisih harga yang berbeda dan menimbulkan keganjilan dan ketidakwajaran. Ketiga, mengenai keterlibatan pihak ketiga atau agen. Sehingga, keluar dari semangat untuk melakukan pembelian dengan mekanisme G to G (government to government).
Sebelumnya, pemerintah telah menandatangani kontrak pembelian enam pesawat tempur Sukhoi 30MK2 dari Pemerintah Federasi Rusia. Ini sebagai bagian dari rencana pembentukan satu skuadron Sukhoi yang berbasis di pangkalan udara Hasanudin, Makasar. Pengadaan Sukhoi itu merupakan bagian dari upaya memodernisasi alutsista untuk periode 2010-2014 yang diperkirakan menelan anggaran hingga Rp 149,78 triliun.
Sebelumnya, Indonesia telah memiliki 10 unit Sukhoi yang terdiri dari dua unit jenis Su-27SK, tiga unit jenis Su-27SKM dan dua unit jenis Su-30MK, tiga unit jenis Su-30 MK2. Total anggaran yang digelontorkan untuk pengadaan enam unit jenis Su-30MK2 mencapai 470 juta dolar AS.
ICW juga memberikan rekomendasi untuk mendesak presiden agar mengevaluasi kinerja Menteri Pertahanan. Khususnya dalam pengadaan dan pembelian Sukhoi maupun dalam pengadaan alutsista lainnya.