REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai ungkapan juru bicara Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar bahwa koruptor harus dibuat cacat merupakan luapan emosi dan kekesalan terhadap koruptor. ICW menganggap usulan itu sebagai pesan bahwa koruptor harus diberikan efek jera sehingga harus dihukum seberat-beratnya.
"Kita ambil pesannya bahwa koruptor harus kapok dan tobat sehingga merasa jijik dan takut untuk korupsi lagi," papar Peneliti Korupsi Politik ICW, Abdullah Dahlan, saat dihubungi, Senin (12/3).
Pihaknya menyatakan bisa saja undang-undang tindak pidana korupsi direvisi lagi, terutama terkait dengan ancaman hukuman. Syaratnya, ancaman hukuman harus mampu memberikan efek jera lebih besar, misalkan mampu membuat koruptor malu dihadapan masyarakat sehingga tidak lagi mau korupsi.
Pihaknya sudah pernah mengusulkan bahwa hukuman untuk koruptor harus mampu menumbuhkan rasa malu. "Buat saja penjara khusus yang terbuka sehingga masyarakat berbagai kalangan bisa melihat koruptor sepuasnya. Biar koruptor jadi tontonan," paparnya.
Pernah juga dia mengusulkan koruptor diikutsertakan dalam kerja sosial yang langsung melibatkan masyarakat sehingga masyarakat dapat langsung mengenali bahwa dia koruptor. "Banyak hal yang bisa menumbuhkan efek jera," imbuhnya.
Masalahnya saat ini, menurut Abdullah, apakah DPR mau merevisi ancaman hukuman dalam UU Tipikor agar semakin berat. Masyarakat, terang Abdullah, pasti menginginkan hal itu, karena tipikor merugikan masyarakat luas, karena pembangunan dan kesejahteraan masyarakat terhambat.