REPUBLIKA.CO.ID, MANADO -- Upah buruh tani di Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) yang berkisar Rp 60-70 ribu per hari saat ini, jauh lebih tinggi dibanding upah buruh rata-rata nasional yang hanya Rp39.727 per orang per hari. Hal ini kemudian menjadi salah satu kendala berkembangnya pertanian di daerah tersebut.
"Upah buruh yang di atas angka nasional tersebut menjadi salah satu kendala dalam pengembangan pertanian daerah ini," kata Kepala Badan Pusat Statistik(BPS) Sulut, Dantes Simbolon di Manado, Selasa (6/3).
Dantes mengatakan, biaya produksi yang tinggi sudah pasti akan membebani petani.
"Biaya yang dikeluarkan lebih banyak, maka imbasnya pendapatan yang diterima petani tidak sebesar yang diharapkan," kata Dantes.
Namun karena tidak ada jalan lain, banyak petani yang tetap menggunakan tenaga kerja lokal. Namun yang paling penting, lanjut Dantes, petani adalah pemilik lahan sehingga produksi pertanian bisa terus ditingkatkan. Jadi meski biaya buruh tani mahal, petani masih memperoleh keuntungan.
Upah buruh tani yang tinggi di Sulawesi Utara terjadi sejak lama karena mengikuti harga pasar yang secara umum sejak dulu sudah tinggi.
"Tidak mungkin membayar upah buruh tani lebih murah dari harga yang sudah diberlakukan sekarang, sebab bila dipraktekkan demikian, maka pengolahan lahan akan terbengkalai, karena pasti buruh tani mencari pekerjaan lain yang upahnya lebih tinggi," kata Sonny K, petani sayur di Kecamatan Tomohon, Minahasa.
Sistem pembayaran upah buruh tani di Provinsi Sulawesi Utara terdapat berbagai cara, yakni penghitungan per jam, per hari, atau sistem kontrak pekerjaan.