REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Mahkamah Agung (MA) menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2 tahun 2012 tentang Penyelesaian Batasan Tindak Pidana Ringan (Tipiring) dan Jumlah Denda dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Dalam Perma tersebut, isinya mengatur bagaimana penyelesaian penafsiran tentang nilai uang pada tindak pidana ringan (Tipiring) dalam KUHP.
Ketua MA Harifin Andi Tumpa mengatakan, Tipiring yang perlu mendapat perhatian meliputi Pasal 364, 373, 379, 384, 407, dan 482 KUHP. Dikatakannya, nilai denda yang tertera dalam pasal tersebut masih Rp 25 dan Rp 100, dan angka itu tidak pernah berubah sejak era kemerdakaan Indonesia.
Karena itu pihaknya mengimbau negara untuk menaikkan nilai denda uang berdasarkan kenaikan harga emas. Harifin menjelaskan, selama ini yang dianggap Tipiring itu adalah kerugian yang di bawah Rp 250. Karena itu, kalau nominal Tipiring dinaikkan, maka semakin banyak kasus yang dapat diselesaikan di luar pengadilan. “Menaikkannya sebanyak 10 ribu kali,” ujar Harifin di gedung MA, Selasa (28/2).
Harifin berharap, diberlakukannya Perma itu dapat menjadi jembatan bagi para hakim agar lebih cepat memberikan rasa keadilan bagi masyarakat yang terlibat Tipiring. Ini karena bobot tindak pidananya yang tak terlampau besar sehingga tidak perlu sampai ke pengadilan. "Perma Tipiring juga ditujukan untuk menghindari masuknya perkara-perkara kecil yang berpotensi mengganggu rasa keadilan di masyarakat," jelasnya.
Atas dasar itu, pihaknya menjamin ke depannya pengadilan tidak bakal menyidangkan lagi kasus sepele, seperti pencurian piring, sandal jepit, maupun pencurian kakao. Dengan begitu, dapat tumbuh di tengah masyarakat sistem peradilan pidana yang bekerja tidak secara berlarut-larut. Karena tugas hakim itu bukan hanya menegakkan hukum, tapi juga keadilan.
Juru Bicara Komisi Yudisial Asep Rahmat Fajar mengapresiasi munculnya Perma Tipiring. Pasalnya, kebijakan tersebut bisa menjadikan proses peradilan bisa lebih memberikan rasa keadilan bagi masyarakat.