REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik, M Qodari pesimis jika UU Pemilu akan disepakati bersama oleh sembilan fraksi di DPR. Apalagi jika melihat empat isu krusial mengenai UU Pemilu masih berkutat dipersoalan yang sama.
"Saya rasa akan mentok. Ibaratnya kalau tidak ada empat poin krusial itu, UU Pemilu sudah selesai sejak lama," katanya kepada Republika, Selasa (28/2).
Empat isu yang dimaksudkan yakni besaran parliamentary threshold (PT), sistem pemilu, konversi suara menjadi kursi, dan besaran dapil. Menurutnya, empat hal itu masih dan akan sulit dikompromikan. Maka, ia memprediksi, UU Pemilu pada akhirnya akan divoting.
"Akan sangat mungkin nantinya berujung pada voting," katanya. Hal tersebut dianggap lebih baik daripada harus mencari kata sepakat tetapi memakan waktu yang lama. Sebab, UU Pemilu akan berdampak langsung pada UU paket politik lainnya seperti UU Pilpres dan UU Susduk. Jadi, masih ada UU yang kemungkinan menyita waktu sehingga UU Pemilu ini harus diselesaikan terlebih dahulu.
Terlebih lagi ditingkat pansus sudah ada kesepakatan untuk menyelesaikan UU Pemilu pada Maret. Jika pembahasan tidak selesai dari batas waktu yang ditetapkan, maka voting dianggap jalan keluar yang paling memungkinkan. "Mau gak mau voting akan terjadi. Pasti akan ada yang dikorbankan," katanya.
Idealnya, UU itu bisa diselesaikan tepat waktu dengan substansi yang bagus. Tapi, pada kenyataannya UU Pemilu ini sudah tidak bisa diharapkan memiliki konteks ideal yang diharapkan publik. "Kita sudah tidak bisa berharap substansinya bagus karena semuanya sudah merupakan kalkulasi kepentingan saja, bukan untuk pemilu yang lebih bagus," katanya.