Selasa 28 Feb 2012 10:30 WIB

Ilmuwan Temukan Flu Kelelawar, Inilah Dampaknya Bagi Manusia

Rep: Amri Amrullah/ Red: Heri Ruslan
kelelawar
Foto: AP
kelelawar

REPUBLIKA.CO.ID, GUATEMALA --  Jenis penyakit terus bertambah. Kini, para ilmuwan menemukan penyakit flu jenis baru. Setelah sempat heboh dengan flu burung dan flu babi beberapa tahun lalu, para ilmuwan telah menemukan bukti flu pada kelelawar, padahal  virus ini tidak pernah ada sebelumnya.

Penemuan mengejutkan fragmen genetik dari virus flu kelelawar itu pertama kali terdokumentasi  dalam mamalia bersayap. Sejauh ini, para ilmuwan belum bisa menyimpulkan sejauh mana virus ini mampu tumbuh dan berisiko bagi manusia.

"Ini adalah pertama kalinya sebuah virus influenza telah diidentifikasi pada kelelawar. Sementara ini virus tersebut belum berisiko bagi kesehatan manusia," kata kepala Pusat Pengendalian Penyakit (CDC) dan program penemuan dan pencegahan patogen, Suxiang Tong, Selasa, (28/2).

Virus influenza baru, terdeteksi dalam tiga sampel dari 316 sampel hidup pada kelelawar bahu kuning yang ditangkap di dua lokasi berbeda di Guatemala. Jenis kelelawar ini tidak menggigit manusia, dan hanya memakan buah. Jenis kelelawar ini merupakan asli endemik di Amerika Tengah dan Selatan.

"Untungnya, hasil pengujian laboratorium awal melihat virus baru ini perlu mutasi yang signifikan untuk menginfeksi dan ke manusia," kata Ruben Donis, kepala Virologi Molekuler dan Cabang Vaksin di Divisi Influenza CDC.

Donis menambahkan, hewan seperti kuda, babi atau anjing lebih mampu menjadi perantara infeksi virus. Apalagi dengan adanya virus baru influenza kelelawar dan virus influenza manusia untuk bermutasi ke bentuk baru.

CDC memiliki pos internasional di Guatemala, dan di sanalah peneliti mengumpulkan lebih dari 300 kelelawar pada tahun 2009 dan 2010. Penelitian ini terutama difokuskan pada rabies, tetapi para ilmuwan juga memeriksa spesimen virus lain terutama kemungkinan virus baru. Rincian penemuan virus flu kelelawar ini telah dipublikasikan dalam jurnal penelitian AS, Prosiding National Academy of Sciences.

sumber : news.yahoo.com
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement