Jumat 24 Feb 2012 01:30 WIB

Gus Choi : Frekuensi tak Boleh Dipindahtangankan

Anggota DPR RI Komisi I Effendi Choirie
Foto: matanews
Anggota DPR RI Komisi I Effendi Choirie

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Anggota komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Effendy Choirie mengatakan negara harus mengambil kembali frekuensi yang telah dipindahtangankan karena hal itu merupakan hak negara dan tidak ada alasan apapun perusahaan untuk memindahtangankan ke pihak lain.

"Frekuensi adalah hak negara. Perusahaan hanya diberi izin, bukan hak penguasaan. Ketika pengusaha tak sanggup menjalankan siaran, frekuensi harus dikembalikan ke negara. Tidak ada alasan apapun dipindahtangankan," kata Anggota komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Effendy Choirie di Jakarta, Kamis (23/2).

Pernyataan tersebut disampaikan Effendy Choirie terkait persidangan gugatan Koalisi Independen Demokratisasi Penyiaran (KIDP) dalam uji materi UU Penyiaran di Mahkamah Konstitusi (MK) yang hari ini memasuki tahap pemeriksaan para ahli. Effendi Choirie menjadi salah satu saksi ahli yang dihadirkan dalam persidangan tersebut.

Pada persidangan kali ini, MK menghadirkan sejumlah saksi ahli, di antaranya, mantan Direktur International Institute of Space Low (IISL), Paris, Prancis, Prof Dr H Priyatna Abdurrasyid, mantan Hakim Konstitus Prof HAS Natabaya, inisiator UU Penyiaran Effendy Choirie, mantan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Bambang Kusowo, dan praktisi media, Santoso.

Lebih lanjut politisi PKB  tersebut mengatakan, UU Penyiaran adalah inisiatif DPR RI untuk membuat UU yang adil, demokratis, dan sehat. "Tetapi saat ini, UU ini dilanggar habis-habisan oleh beberapa penguasa media televisi. Akibatnya, prinsip diversity of content (keberagaman isi) dan diversity of ownership (keberagaman kepemilikan) tidak dijalankan," katanya.

Demikian halnya dengan izin frekuensi, saat ini seenaknya dipindahkan dari satu perusahaan ke perusahaan lain, padahal tindakan itu jelas-jelas bertentangan dengan roh UU Penyiaran.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement