Jumat 17 Feb 2012 10:25 WIB

Disebut tak Terselamatkan, Djakarta Lloyd Pasrah

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Djibril Muhammad
Djakarta Lloyd
Djakarta Lloyd

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Menteri BUMN, Dahlan Iskan mengaku tak yakin Djakarta Lloyd dalam dapat terselamatkan, terlebih dalam menyelesaikan hutangnya yang bernilai triliunan rupiah. Terkait hal itu pihak perusahaan perkapalan nasional plat merah tersebut mengaku pasrah jika nantinya harus tutup usia atau dilikuidasi negara.

Hal itu diungkapkan Direktur Utama Djakarta Lloyd Syahril Gaparin Kamis (16/2). Salah satu opsi, terkait lilitan utang tersebut, lanjut dia, adalah menjual seluruh aset perusahaan yang prioritasnya untuk membayar karyawan, pajak, dan kreditur.

"Kami pasrah saja, meskipun masih ada niat kami untuk mempertahankan perusahaan," ujarnya.

Sambil menunggu penentuan final terhadap BUMN ini, Kementerian BUMN tetap berusaha menghidupkan perusahaan. Salah satunya mencarikan sumber-sumber pendapatan melalui kegiatan pengangkutan 1,5 juta ton batubara milik PLN, dari Lampung ke Sibolga.

Sebelumnya Dahlan mengatakan hutang Djakarta Lloyd mencapai enam triliun rupiah. Sehingga lebih baik jika membentuk perusahaan perkapalan baru. Baginya, Djakarta Lloyd membutuhkan jalan keluar terbaik. Misalnya, menjual aset-aset perusahaan yang masih ada dan menggunakan uangnya untuk membayar pesangon yang laik untuk karyawannya.

Perbedaannya dengan Merpati, kata Dahlan, Djakarta Lloyd terlibat dalam sengketa hukum. Dahlan sempat berfikir menjadikan Djakarta Lloyd sebagai anak usaha PLN. Namun, perkara hukum yang ditanggungnya akan memberatkan PLN nantinya. "Seberat-beratnya persoalan Merpati, dia tak terlibat sengketa hukum," ujar Dahlan.

Selama tiga tahun terakhir beroperasi, Djakarta Lloyd selalu mengalami kerugian. Sejak 2006 hingga 2010, perusahaan plat merah ini merugi Rp 1,1 triliun. Utang perusahaan terus bertambah hingga Rp 1,7 triliun.

Jika digabungkan dengan penambahan utang subsidiary loan agreement (SLA), maka utangnya mencapai Rp 3,58 triliun. Itu jumlah utang yang tercatat saja. Jika digabung dengan yang tak tercatat, kata Dahlan, dapat mencapai Rp enam triliun.

Semua kreditur utama yang membatasi kegiatan usaha Djakarta Lloyd sudah mengajukan tuntutan pailit. Hal itu sudah sampai pada tingkatan kasasi sejak awal Februari 2012. Bahkan, sampai sekarang belum ada keputusan jelas mengenai hal itu.

Apalagi, tambah Dahlan, Djakarta Lloyd tak lagi memiliki kapal. Oleh karenanya bermodal kepercayaan, Dahlan melakukan lobi peminjaman kapal dengan jaringan kapal Jepang yang beroperasi di Indonesia atau di sekitar perairan Indonesia.

Kondisi Djakarta Lloyd, bagi Dahlan, sudah sekarat. Perusahaan tersebut tak lagi memunyai kapal, ingin membeli kapal tak punya uang, ingin menyewa kapal tak ada yang bersedia. Hanya Jepang yang bersedia meminjamkan satu unit kapal handymax bermuatan 50 ribu ton untuk disewa selama setahun. Dalam waktu tiga bulan ke depan, harapannya perjanjian kerjasama itu dapat terealisasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement