REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Frekuensi perampokan dengan menggunakan senjata api yang kian meningkat akhir-akhir ini membuat jajaran kepolisian sibuk menangani sejumlah kasus tersebut. Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Rikwanto, mengaku upaya pengungkapan asal senjata api yang diperoleh pelaku perampokan sangat menyulitkan pihak kepolisian.
Rikwanto menjelaskan, salah satu upaya menekan peredaran senjata api adalah dengan mengungkap tempat asal senjata itu diproduksi. Namun, dia mengatakan, saat ini polisi masih terus mempelajari fenomena peredaran senjata api di wilayah hukum Polda Metro Jaya.
Kesulitan yang dihadapi kepolisian, ungkap Rikwanto, adalah pengakuan sejumlah tersangka kasus perampokan bersenjata api yang kerap memberikan keterangan yang berbelit-belit ihwal asal senjata yang mereka gunakan. Saat diperiksa, tutur Rikwanto, pelaku perampokan sering kali menjawab asal senjatanya berasal dari salah seorang rekan yang tidak jelas keberadaannya.
"Mereka kerap menyebut nama seseorang yang tidak mereka ketahui identitasnya," tutur Rikwanto kepada wartawan, Senin (13/2).
Kendati demikian, jajaran kepolisian, menurut Rikwanto, terus menelusuri rantai edar senjata api tersebut. Salah satu upaya yang dilakukan, tutur Rikwanto, dengan cara mengungkap pasar gelap tempat jual beli senjata dilakukan.
"Tidak ada tempat lain penjualan senpi ilegal, selain pasar gelap," tuturnya kepada wartawan.
Lebih lanjut, Rikwanto menjelaskan, polisi mencurigai beberapa tempat yang diduga memproduksi senjata api. Beberapa tempat tersebut bisa berupa bengkel yang membuat senjata rakitan ataupun sejenis pabrik rumahan yang memproduksi senjata pabrikan.
Dari data yang diperoleh, Rikwanto menyatakan, sepanjang 2011, terdapat 78 laporan tindak penodongan senjata api di wilayah hukum Polda Metro Jaya. Namun menurutnya, laporan itu juga cenderung bias lantaran bisa saja senjata yang ditodongkan adalah soft gun, pistol mainan atau sungguhan.
"Kendati begitu, polisi tetap mendalami rangkaian fenomena perampokan bersenpi yang terjadi," tutur Rikwanto.