REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, sebagai tersangka. Kali ini , Nazaruddin yang juga terdakwa dalam kasus suap wisma atlet itu, dijadikan tersangka dalam kasus dugaan pencucian uang terkait pembelian saham PT Garuda Indonesia.
"Berdasarkan alat bukti yang ada, KPK telah menaikkan status menjadi penyidikan. Kita duga ada penggunaan dana kasus Wisma Atlet PT DGI, dengan tersangka MN," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di kantornya, Senin (13/2).
Johan mengatakan, Nazaruddin disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b, subsider pasal 5 ayat 2, subsider pasal 11 UU/31/1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dari hasil pengembangan, KPK juga akan menggunakan Pasal undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang. Yaitu, pasal 3 atau pasal 4 jo pasal 6 UU/ 8 /2010 jo pasal 55 ayat 1 ke satu KUHP.
Johan mengatakan, penetapan status tersangka itu sudah dari pekan lalu. Adapun proses penyidikan dimulai dengan pemeriksaan empat saksi oleh KPK pada hari ini, Senin 13 Februari 2012. Mereka adalah Yulianis dan Oktarina Furi, keduanya adalah mantan staf Nazaruddin di Permai Grup. Selain itu, Direktur Keuangan PT Duta Graha Indah Laurensius Khasanto dan Dirut Mandiri Securitas, Harry Maryanto Supoyo.
Pembelian saham Garuda oleh Nazarudin sebelumnya terungkap dalam persidangan terdakwa Nazaruddin. Saksi Yulianis menyebut PT Permai Grup, membeli saham perdana Garuda Indonesia senilai total Rp 300,8 miliar. Pembelian saham tersebut menggunakan keuntungan yang diperoleh Grup Permai proyek-proyek di pemerintah.
Menurut Yulianis, pada 2010, Permai Grup memperoleh keuntungan sekitar Rp 200 miliar dari proyek senilai Rp 600 miliar. Uang itu dibelikan saham Garuda oleh lima anak perusahaan Permai Grup.