Senin 06 Feb 2012 18:25 WIB

'Indonesia Perlu Partai Politik Baru'

Bendera partai politik. Ilustrasi
Foto: Republika
Bendera partai politik. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR - Juru bicara presiden pada era pemerintahan Abdurrahman Wahid, Wimar Witoelar memandang, Indonesia saat ini membutuhkan adanya partai politik baru.

"Parpol di Indonesia sekarang masih merupakan representasi dari kartel yang merupakan kerja sama beberapa kelompok untuk membagi-bagi kekuasaan dan uang," kata Wimar Witoelar di Denpasar, Senin (6/2).

Ia menyampaikan hal itu usai menjadi pembicara dalam diskusi bertema "Jerman 1989, Indonesia 1998, Dua Negara, Dua Revolusi" bertempat di Kampus Universitas Udayana, Denpasar.

Menurut dia, dengan parpol yang masih menjadi representasi kartel dan ditambah menganut sistem oligarki, menyebabkan tidak adanya ruang untuk pembaharuan politik.

"Selama tidak ada kesempatan membuat parpol baru, parpol lama juga tidak ada keinginan untuk mereformasi diri, padahal partai saat ini melindungi pemilik kapital. Kita tahu semua, tetapi tidak ada yang mau bicara," ucap Wimar.

Terlebih, lanjut dia, grup bisnis semakin masuk pada pengelompokan politik dan warga negara biasa seakan menjadi tidak punya partai.

"Namun sayangnya, peluang yang ada dengan membuat partai baru, itu malah tertutup karena pemerintah menggunakan cara legalistik untuk mematikan kesempatan partai baru mendapat status hukum," katanya.

Ia menegaskan, pentingnya parpol baru karena partai yang ada sekarang tidak dibentuk oleh anggotanya tetapi oleh penguasa dan pemilik uang.

"Untuk 2014, kita harus berjuang agar pemilu lebih terbuka untuk orang-orang yang diminati publik. Kalau bertanya pada masyarakat, mereka juga menghendaki orang-orang di luar elit politik saat ini untuk tampil," ucapnya.

Pemerintah seharusnya membuka jendela politik tersebut karena pemerintah sendiri berkepentingan untuk dibantu oleh warga yang mempunyai pemikiran kritis.

"Partai yang ada sekarang mencari celah untuk menjelek-jelekkan pemerintah, padahal tidak semua warga negara seperti itu. Presiden tidak jahat tetapi dikungkung oleh partai-partai besar yang ada," ujarnya.

Wimar menilai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak gagal. Menurut dia, di bawah pemerintahan Yudhoyono, Indonesia justru menjadi negara utama pelopor dalam perubahan iklim, membawa pertumbuhan ekonomi di atas enam persen, dan banyak membentuk lembaga baru. "Banyak kelebihan Presiden, namun kejahatan orang yang melawan Presiden jauh lebih besar," ucapnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement