Kamis 02 Feb 2012 16:46 WIB

Terlalu, Melepas Orangutan, Harus Bayar 'Fee' untuk Pemerintah

Orangutan
Foto: .
Orangutan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Untuk melepaskan orangutan dalam program rehabilitasi di Kalimantan, butuh dana miliaran rupiah. "Dana yang paling banyak dibutuhkan adalah untuk membayar 'license fee' pada pemerintah,'' ujar Direktur Yayasan Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF), Jamartin Sihite.

Hingga saat ini, BOSF berhasil mendapat izin untuk merestorasi dan merehabilitasi lahan 86.450 ribu hektare untuk dipersiapkan menjadi hutan yang layak bagi pelepasliaran orangutan di Kalimantan. ''Kami juga terus mengusulkan untuk tambah 30 ribu hektare lagi," kata Jamartin.

Menurut Jamartin, pemerintah memberlakukan biaya izin penggunaan lahan yang sama bagi lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bertujuan untuk melindungi lingkungan dan perusahaan-perusahaan yang berorientasi ekonomi. "Untuk lahan sejumlah 86 ribu hektare dengan izin sewa selama 60 tahun, kami harus membayar sekitar Rp 13 miliar tiap bulan. Hitungannya adalah Rp 150 ribu per hektare kali luas lahan," kata Jamartin.

Jamartin menambahkan bahwa pihaknya telah menyampaikan keberatan mengenai biaya sewa lahan tersebut pada Kementerian Kehutanan (Kemenhut), namun Kemenhut menyatakan tidak memiliki wewenang. "Kami akhirnya pergi ke Kementrian Keuangan karena ini merupakan penerimaan negara nonpajak, tapi sayangnya saat kami ke sana mereka bilang mereka baru bisa mengeluarkan kebijakan jika ada laporan dari Kemenhut," kata Jamartin.

Di luar kesan saling lempar masalah antara Kemenhut dan Kemenkeu tersebut, Jamartin mengingatkan bahwa konservasi orangutan bukan hanya urusan LSM atau pihak asing, tapi merupakan urusan bersama baik pemerintah maupun pelaku bisnis dan juga masyarakat.

"Masalah orangutan sudah menjadi masalah bersama, buktinya Presiden telah menetapkan Strategi Konservasi Orangutan Indonesia (Orangutan Conservation Strategy and Action Plan) pada 2007, Pemerintah Indonesia berencana untuk melepasliarkan seluruh orangutan yang ada di pusat rehabilitasi pada tahun 2015," kata dia.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement