REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA - Pemekaran wilayah di Indonesia sering menjadi agenda beberapa pihak untuk mendapatkan kekuasaan. Sehingga proses pemerkaran justru memicu konflik berkepanjangan, kata peneliti dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Tunjung Sulaksono.
"Maluku Utara menjadi bukti bahwa pemekaran yang dimanipulasi pada akhirnya menimbulkan konflik masyarakat," katanya di Yogyakarta, Kamis. "Pemekaran wilayah saat ini sepertinya sangat mudah dimanipulasi oleh pihak tertentu," imbuhnya.
Menurut dia, saat memaparkan hasil penelitiannya berjudul "Konflik Bisnis dan Politik: Studi Kasus Pemekaran Wilayah Maluku Utara", bila kondisi itu dibiarkan, maka pemekaran wilayah hanya semakin menyengsarakan rakyat.
"Saat diputuskan kerap tidak mempertimbangkan aspirasi masyarakat Ia mengemukakan, pemekaran wilayah seharusnya dapat mendekatkan masyarakat kepada pelayanan publik yang lebih baik. Namun, pemekaran di Indonesia tidak sejalan dengan pencapaian kesejahteraan masyarakat.
"Aspirasi masyarakat tidak tersampaikan, tetapi terlihat seolah-olah pemekaran wilayah adalah untuk kepentingan masyarakat. Hal itu mengindikasikan bahwa sebenarnya masyarakat tidak telalu membutuhkan pemekaran wilayah," paparnya.
Namun, kenyataannya penataan wilayah justru tidak memberikan jaminan pelayanan yang lebih baik dari pemerintah. Menurut dia, seharusnya ada aspek-aspek yang perlu dimasukkan sebagai pertimbangan, jika memang masyarakatnya belum mampu.
"Dalam hal ini masyarakat di daerah pemekaran perlu diberikan waktu agar dewasa secara politik. Jika memang diperlukan, tidak ada salahnya pemerintahan dijalankan oleh pelaksana harian terlebih dulu," tutur Tunjung.