REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--PT Dirgantara Indonesia (PTDI) segera memasuki tahapan produksi pesawat tipe terbarunya, N-219 pesawat terbang jarak pendek yang berkemampuan STOL (short-take off and landing/terbang dan mendarat di landasan pendek).
Tahun ini PTDI akan membuat dua prototipe (dua pesawat dalam ukuran sesungguhnya) yang masing-masing akan digunakan untuk test terbang dan tes statis di daratan, kata Direktur Teknologi dan Pengembangan PTDI, Dita Ardonni Jafri di Bandung.
Dijelaskan, rancangan dasar N-219 dimulai tahun 2006 dan sampai dengan 2008 telah menyelesaikan berbagai tes dasar, termasuk tes terowongan angin. PTDI melaksanakan berbagai tes tersebut bekerjasama dengan Badan Pengembangan Pengkajian Teknologi (BPPT).
Pesawat ini memiliki kapasitas 19 penumpang dan dilengkapi dengan dua mesin serta dirancang bisa melayani kebutuhan penerbangan perintis untuk menghubungkan wilayah-wilayah terpencil.
N-219 masih harus menjalani beberapa jenis uji lainnya, di antaranya uji statik pesawat, uji mesin produksi, dan akhirnya uji terbang. Tahun 2014 ditargetkan sudah mendapatkan sertifikasi kelayakan terbang dari Kementerian Perhubungan dan tahun 2015 direncanalan memasuki pasar untuk menggantikan pesawat sekelas yang sudah memasuki usia tua.
Beberapa pemerintah kabupaten telah menyatakan minat untuk dapat mengoperasikan pesawat N-219. Pesawat tersebut memang cocok digunakan untuk menghubungkan penerbangan antar Kabupaten dan daerah-daerah yang terpencil di Tanah Air.
Selain itu, PT Merpati Nusantara Airlines (PT. MNA) juga menyatakan minat untuk mengoperasikannya serta berencana membeli sebanyak 20 pesawat seperti yang pernah disampaikan oleh Menteri BUMN usai rapat kerja bersama Komisi VI DPR RI di gedung DPR pada bulan Juli 2011.
Survei pasar yang telah dilakukan PTDI menunjukkan, saat ini di Indonesia dibutuhkan pesawat sekelas N-219 berkisar 202, terdiri dari kebutuhan sipil 97 buah serta kebutuhan militer dan misi khusus 105 buah.
Di samping dinilai cocok dengan situasi dan kondisi landasan bandara yang tidak mulus, pesawat ini juga mampu lepas landas dan mendarat pada landasan yang pendek (600 meter) dengan stabilitas tinggi, cocok dengan banyak bandara terpencil di Indonesia yang tidak memiliki lahan luas.
Selain itu, pesawat tersebut dirancang agar dapat melakukan manuver dengan baik dan nyaman. Struktur pesawat juga didesain agar dapat membawa bahan bakar yang lebih banyak dibandingkan dengan pesawat lain sekelasnya mengingat tidak semua bandara di daerah terpencil punya fasilitas pengisian bahan bakar.
Pesawat ini dirancang memiliki jarak jelajah hingga 650 Nm (1.200 km) dengan kecepatan maksimum 213 Kts (395 km/jam), sementara harga pesawat lebih murah dibandingkan pesawat lain yang sekelas serta biaya operasionalnya pun relatif rendah.
PTDI sebelumnya telah sukses memproduksi pesawat yang termasuk banyak digunakan di dunia, yakni CN-235 bekerjasama dengan perusahaan CASA, Spanyol. Bahkan sebelumnya juga pernah berhasil menciptakan pesawat lebih besar, N-250 pada pertengahan 1990-an.
Untuk CN-235, sejumlah negara tercatat sebagai pemakai terbesar yakni Turki (60 pesawat), Korea (20 pesawat), AU Perancis (19 pesawat) dan Malaysia (delapan pesawat).
Negara-negara pengguna CN-235 lainnya, ialah Arab Saudi, Azerbaijan, Bophuthatswana, Brunei Darussalam, Burkina Faso, Cile, Kolombia, Ekuador, Irlandia, Jordania, Meksiko, Marokko, Pakistan, Papua Nugini, Afrika Selatan, Senegal, Uni Emirat Arab, Venezuela dan Amerika Serikat.
Pada tahun 2011, PTDI telah mengirimkan tiga pesawat N-235 jenis pengintai maritim kepada Badan Penjaga Pantai Korea Selatan (KCG), yang satu lainnya akan dikirimkan pada Maret 2012.