Ahad 15 Jan 2012 15:58 WIB

BURT : Renovasi Banggar Pasti Dibatalkan Jika Ketua DPR Tahu

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jabatan Ketua Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR yang dijabat oleh Ketua DPR hanyalah ex-officio yang sifatnya hanya mengoordinasikan. Dengan demikian pemutus kebijakan atau aturan yang dilakukan oleh BURT merupakan jabatan kolektif kolegial, seperti di pimpinan DPR. Menurut anggota BURT, Heryanto, keputusan  yang dibuat oleh Ketua BURT, seperti halnya menteri atau jabatan direksi di sebuah perusahaan.

Untuk masalah renovasi ruangan Badan Anggaran (Banggar) DPR, kata dia, hal ini juga terjadi. Keputusan merenovasi ruangan Banggar diputuskan oleh tim kecil yang bersama dengan Sekjen DPR serta konsultan membicarakan hal teknis rencana renovasi. Setelah diputuskan di tim kecil maka hal ini dibawa ke Banggar untuk didiskusikan mengenai anggaran untuk kemudian diputuskan dan diterima.

 

“Karena renovasi ruang Banggar ini permintaannya sendiri, maka Banggar pun akan menerima hal ini. Dalam kasus ini sekjen tidak menjalankan tugasnya untuk memberi tahu kepada ketua BURT mengenai langkah yang sudah diputuskan mulai dari BURT sampai ke Banggar. Harusnya hal ini diberitahukan kepada ketua BURT, dimana kalau ada hal-hal yang tidak masuk akal, ketua BURT dapat mengambil langkah-langkah yang seharusnya dilakukan,” jelasnya, Ahad (15/1).

 

Sekjen yang ikut serta dalam setiap rapat dan tahu apapun keputusan rapat, lanjutnya, tidak memberi tahu kepada Ketua BURT hasil rapat tersebut. "Untuk kasus renovasi ruang banggar Rp 20 miliar ini, saya yakin kalau Ketua DPR diinformasikan, maka itu proyek itu tidak akan jalan. Kalau rapat yang tidak diikutinya, dia tidak diberi tahu, lalu dari mana dia tahu?”

 

Dia mengatakan, Ketua DPR biasanya hanya hadir kalau ada laporan yang penting yang harus diputuskan. Menurutnya, untuk pemberitahuan, ini merupakan tugas sekjen. Selama tidak ada yang diinformasikan, kata Heryanto, maka semua dianggap beres. Lagipula seorang sekjen seharusnya tahu dan bijaksana jika ada kejanggalan seperti renovasi ruangan 100 meter persegi senilai Rp 20 miliar.

Ditegaskannya, sekjen seharusnya memberitahu, termasuk tiap prosesnya. "DPR ini lembaga politik bukan kementerian di mana kalau menteri berkata tidak, yah tidak ke bawahnya. Di DPR tidak seperti itu,” tandasnya.

Sebelumnya, Ketua DPR, Marzuki Alie melaporkan secara pribadi tentang indikasi-indikasi permainan tender di lingkungan kesekjenan DPR kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Laporan itu akan jelas Marzuki akan diberikannya usai memenuhi undangan dari Presiden PAN Africa Parlemen ke Afrika untuk memberikan pidato sebagai Presiden Parlemen Asean sampai dengan tanggal 19 Januari 2012 nanti.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement