REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pernyataan Ketua DPR Marzuki Alie yang mengaku tidak mengetahui semua program pembangunan dan pengadaan barang yang dilakukan Sekretariat Jenderal (Setjen) dinilai merupakan hal yang mustahil. Sebab, setiap hasil rapat terkait pengadaan barang diketahui Marzuki Alie yang juga sebagai pemimpin Badan Urusan Rumah Tangga (BURT).
Menurut Peneliti Indonesia Budget Center (IBC), Roy Salam kerja setjen yang tidak transparan transparan dan tertutup ini tidak diawasi oleh pimpinan DPR. Sehingga Setjen menjadi cukup liat dalam kerja pengalokasian anggaran yang dikhawatirkan lekat dengan korupsi.
"Tidak adanya pengawasan terhadap Setjen ini sebenarnya merupakan kelalaian pimpinan DPR. Pengelolaan seluruh anggaran tidak diperhatikan. Sehingga menjadi benih buruknya pengelolaan anggaran DPR," katanya di Jakarta, Ahad (15/1).
Ia menambahkan, munculnya proyek siluman karena setjen DPR tertutup dan tidak transparan. Dalam proses lelang, pemberitaan prosedur lelang sampai dengan pemenang proyek tidak semua disampaikan ke publik. Minimal melalui website LPSE DPR.
Tindakan melempar kesalahan sepenuhnya ke sekjen pun dianggap sebagai aksi cuci tangan dan melempar tanggung jawab. Apalagi, pemberitahuan itu dilakukan satu pihak. Sementara sekjen DPR, Nining Indra Saleh masih belum bisa memberikan konfirmasi mengenai masalah ini.
Roy menjelaskan, pimpinan DPR yang juga merupakan pimpinan BURT seharusnya tahu mengenai proyek dan anggaran yang dialokasikan. Buktinya, kata dia, bisa terlihat dari kegiatan rapat yang dilakukan. Bahkan, ada anggaran yang disiapkan untuk kegiatan rapat-rapat tersebut.
Antara lain, rapat BURT dengan anggaran Rp 20,904 miliar pada 2011. Anggaran ini naik menjadi Rp 24,444 pada tahun ini. Ada juga kegiatan panja BURT dalam rangka penyusunan dan pembahasan anggaran DPR dengan alokasi anggaran Rp 3,983 miliar pada 2011 dan naik menjadi Rp 6,993 miliar.
Di anggaran setjen pun, ujar dia, ada anggaran untuk pelayanan administrasi dan teknis rapat BURT sebesar Rp 1,726 miliar pada 2011 yang naik menjadi Rp 2,6 miliar pada tahun ini. "Ini menunjukan, kalau setjen dan BURT saling tahu.
Jadi, tidak mungkin pimpinan DPR yang juga pimpinan BURT tidak tahu soal proyek yang berjalan," paparnya. Menurutnya, jika memang pimpinan dewan tidak tahu, maka artinya dia tidak menjalankan kerjanya dengan baik.
"Ada dokumen yang diberikan ke pimpinan BURT. Kalau dia tidak tahu, maka artinya dia tidak baca. Artinya, tidak kerja, lalai dalam tugas, dan makan gaji buta. Artinya, tidak layak sebagai pimpinan," tegas dia.
Roy juga menyayangkan tindakan Ketua DPR, Marzuki Alie yang menyerahkan audit proyek ke BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) hanya melalui sambungan telepon. Karena ini merupakan urusan kelembagaan, ucap dia, maka permintaan itu dilakukan menggunakan surat resmi.
"Harusnya tertulis dan dilempar ke rapat pimpinan dan minta persetujuan mereka. Jangan hanya statement. Kalau begitu caranya, dia tidak menjalankan pengelolaan kelembagaan secara baik," ungkap Roy.