REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pertemuan rutin selama dua bulan sekali akan dilakukan antara pimpinan penegak hukum seperti Kapolri, Jaksa Agung dan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Ketua Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK).
Pada saat pertemuan tersebut, PPATK akan menagih rekening gendut pejabat negara yang belum juga ditindaklanjuti. "Saya sudah ketemu dengan Kapolri, Jaksa Agung dan pimpinan KPK yang baru dan ke depan akan mengadakan pertemuan rutin setiap dua bulanan. Itu nanti kita akan tagih (laporan rekening gendut)," kata Kepala PPATK, Muhammad Yusuf, di Jakarta, Selasa (10/1).
Yusuf menambahkan, dalam pertemuan dengan pimpinan penegak hukum, pihaknya akan mempertanyakan kelanjutan laporan rekening gendut. Pasalnya, rekening gendut tersebut tidak hanya dimiliki pejabat polisi atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang sempat ramai, akan tetapi pejabat publik lainnya seperti anggota DPR.
Ia menegaskan adanya rekening gendut itu harus diklarifikasi para penegak hukum karena menyangkut uang rakyat. Selama ini, pihaknya mendapatkan pernyataan rekening-rekening gendut itu tidak cukup bukti untuk dilanjutkan. "Kebanyakan yang kita terima karena belum cukup bukti. Kita ingin lebih komprehensif. Ini uang rakyat dan harus diklarifikasi," ujarnya.
Jika memang dalih kurang cukup bukti untuk tidak menindaklanjuti kasus rekening itu, PPATK siap menagih proses penanganannya. Hal ini sesuai dengan pasal 44 ayat 1 huruf c UU Nomor 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Peraturan Presiden (PP) Nomor 50/2011.
Yusuf mengaku mendukung Bambang Widjojanto yang mengatakan KPK akan memprioritaskan rekening gendut. Menurutnya, yang paling penting yaitu adanya kemauan atau (willingness) dari penegak hukum untuk mengusut rekening tersebut.
"Kita doakan. Pers juga harus mendorong supaya penegak hukum mau bergerak usut rekening gendut. Tadi saya kan sempat singgung-singgung, siapa tahu selama ini Chandra—mantan Wakil Ketua KPK Chandra M Hamzah—kan tidak berani ngomong. Sekarang sudah bebas, ngomong saja!" sindir mantan Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta ini.