Selasa 10 Jan 2012 15:23 WIB

Koruptor Dibebaskan, KY Minta Salinan Putusan Pengadilan Tipikor

Rep: Erik Purnama Putra/ Red: Ramdhan Muhaimin
Kantor Komisi Yudisial di Jakarta.
Foto: elsam.or.id
Kantor Komisi Yudisial di Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA-Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang membuat putusan kontroversial dengan membebaskan terdakwa korupsi, Sukmaniharto, pada Senin (9/1) kemarin. Wakil Ketua Komisi Yudisial (KY) Imam Inshori Saleh, mengaku belum membaca putusan tersebut, termasuk dakwaan, pertimbangan hukum, maupun bunyi putusannya. Sehingga pihaknya tidak bisa menilai putusan tersebut sudah memenuhi kaidah hukum atau belum.

Langkah awal, imbuh dia, KY segera mengontak jejaring KY di Semarang untuk memperoleh info jalannya sidang dan hasil pantauannya. "Kami juga segera meminta salinan putusan hakim kasus yang bersangkutan ke ketua Pengadilan Negeri Semarang agar dapat memberikan tanggapan yang akurat," kata Imam kepada Republika, Selasa (10/1).

Apabila dalam perkembangan diketahui ada pelanggaran etika dan pedoman perilaku hakim, ancam Imam, KY akan menindaklanjuti dengan pemeriksaan pihak-pihak terkait, termasuk klarifikasi terhadap majelis hakim. Tetapi, kalau tidak ada pelanggaran etika dan pedoman perilaku hakim, lanjutnya, KY akan menghormati putusan hakim.

Adapun putusan dissenting opinian satu hakim adhoc, kata Imam, hal itu tidak masalah dan sah-sah saja dalam pengambilan keputusan majelis hakim. "KY baru tahap minta info ke jejaring dan nanti segera disusuli dengan permintaan salinan putusan majelis hakim," kata Imam

Pertama kali pada 2012, Pengadilan Tipikor Semarang membebaskan, Agus Sukmaniharto, terdakwa korupsi ganti rugi lahan pembangunan jalan tol di Desa Jatirunggo Kecamatan Pringapus, Kabupaten Semarang dinyatakan lepas dan bebas dari seluruh dakwaan.

Putusan majelis hakim pada sidang tersebut tidak bulat, namun berdasar suara terbanyak. Hakim karier Lilik Nuraini sebagai ketua majelis, dan hakim adhoc Lazuardi Lumban Tobing sebagai hakim anggota menilai, perbuatan terdakwa Agus masuk dalam ranah hukum perdata. Karenanya, tidak bisa diselesaikan dengan hukum pidana korupsi.

Sedangkan hakim adhoc Shininta Sibarani berpendapat perbuatan Agus dapat dijerat pasal korupsi. Menurut hakim Lilik dan Lazuardi, terdakwa Agus dinilai telah membeli secara sah 68 bidang tanah dari warga Jatirunggo seharga Rp 4,7 miliar. Keabsahan itu dibuktikan dengan akta notarial, serta adanya sertifikat dan surat Leter C asli yang dipegang pihak Agus.

Diketahui, Agus mendapat transfer uang sebesar Rp 3,8 miliar dari Bank Mandiri sehari sebelum Tim Pembebasan Tanah (TPT) melakukan pembayaran kepada 99 warga Jatirunggo selaku pemilik tanah.

"Sebanyak 68 bidang tanah yang dibeli terdakwa bersama Hamid termasuk di dalamnya. Namun berdasar keterangan saksi, 68 warga tersebut tidak memberitahukan kepada TPT bahwa tanahnya telah dibeli terdakwa," kata Hakim

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement