REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan (Kemenhan), Brigjen Hartind Asrin, menegaskan tidak benar terjadi dua jet Sukhoi Indonesia melakukan manuver yang berusaha mengintimidasi pesawat yang dinaiki pejabat Papua Nugini.
Karena itu, pihaknya membantah berita dari laman berita radio Australia, yang menyatakan Perdana Menteri Papua Nugini, Peter O'Neil marah kepada pemerintah Indonesia lantaran insiden penerbangan tanggal 29 November 2011 lalu. ? Kalau diberitakan pesawat militer Indonesia nyaris menabrak pesawat yang mengangkut Deputi Perdana Menteri Papua Nugini, Belden Namah, dan pejabat-pejabat pemerintah senior yang baru kembali dari Kuala Lumpur, Malaysia, menuju Port Moresby, Papua Nugini, itu tidak benar sekali.
"Dua pesawat hanya melakukan intersepsi biasa dan membayang-bayangi pesawat itu sesuai prosedur berlaku," kata Hartind kepada Republika, Jumat (6/1) malam.
Hartind tidak setuji dengan tudingan pemerintah Papua Nugini yang mengatakan pesawat militer Indonesia bermanuver mengancam pesawat yang mengangkut para pejabatanya. Pihaknya juga tidak mengetahui di mana letak posisi sebenarnya kejadian yang ditudingkan itu.
Hanya, imbuh dia, jangan sampai kejadian itu dilebih-lebihkan hingga sampai mengancam mengusir duta besar Indonesia untuk Papua Nugini, seperti yang disampaikan pihak pemerintah Papua Nugini. "Kalau soal diplomasi itu urusan Kemenlu. Yang pasti, pesawat militer kita hanya bertugas saja mengamankan wilayah udara," ujar Hartind.
TNI AU melakukan intersepsi terhadap pesawat dimaksud telah sesuai dengan prosedur yang berlaku di Indonesia dan di negara-negara lain pada umumnya. Tindakan yang diambil oleh Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas) adalah melakukan identifikasi elektronik dengan radar dan identifikasi visual dengan cara intersepsi sesuai prosedur standar.