Senin 26 Dec 2011 14:20 WIB

MK: Aparat Belum Berubah, Hadapi Rakyat dengan Kekerasan

Rep: Erik Purnama Putra/ Red: Didi Purwadi
Seorang demonstran
Foto: Antara/Rinby
Seorang demonstran "Front Rakyat Anti Tambang' (FRAT) dievakuasi saat pembubaran paksa demonstrasi di Pelabuhan Sape, Bima, Nusa Tenggara Barat, Sabtu (24/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Tindakan represif aparat keamanan dalam membubarkan massa demo di Pelabuhan Sape, Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), tidak bisa dibenarkan dengan dalih apapun. Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar, mempertanyakan mengapa aparat kepolisian tidak memilih pendekatan persuasif.

Jika pun massa tidak kunjung bubar, mengapa aparat memilih menggunakan tembakan peluru tajam untuk mengendalikan kemarahan pendemo. “Pengalaman ini menunjukkan karakter aparat tidak berubah. Mereka masih menghadapi rakyat dengan kekerasan,” ujar Akil kepada Republika, Senin (26/12).

Akil menilai peristiwa Sape menunjukkan posisi aparat yang memandang rakyat sebagai musuh. Sehingga, rakyat layak dihabisi dan bukannya diminta kembali beraktivitas normal untuk tidak terus melakukan demo di Pelabuhan Sape. Jatuhnya korban tewas dari pihak warga menandakan polisi berpihak kepada kekuasaan yang disponsori pemodal kuat.

Menurut Akil, peristiwa itu tidak seharusnya membuat nyawa rakyat jatuh. Karena belajar dari berbagai demonstrasi di Indonesia, aksi rakyat hanya akumulasi dari aspirasi yang tidak terjalin dengan baik antara mereka dengan pemerintah. Bentrokan biasanya terjadi karena tidak adanya kesepakatan antara rakyat dengan penguasa soal pengelolaan sumber daya alam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement