Jumat 23 Dec 2011 13:36 WIB

KY: MA Harus Batasi Perkara yang Bisa Dikasasi

Rep: Erik Purnama Putra/ Red: Chairul Akhmad

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Komisi Yudisial (KY) mengkritik kinerja para hakim agung terkait menumpuknya belasan ribu perkara di Mahkamah Agung (MA). Juru Bicara KY, Asep Rahmat Fajar, mengatakan selain kinerja, kompetensi hakim agung perlu ditingkatkan.

Dan yang paling penting adalah mencari solusi secara lebih sistematis dan konseptual terkait masalah tersebut. Salah satunya adalah pembatasan perkara yang bisa dikasasi. Sebab, tren perkara dari tahun ke tahun yang ditangani pengadilan meningkat pesat.

Asep mengatakan, kalau tidak ada pembatasan perkara yang dapat dikasasi, dipastikan jumlah perkara yang tidak tertangani semakin meningkat. “Meskipun hakim agung terus ditambah, tidak akan memadai menangani perkara kalau yang masuk jumlahnya banyak,” ujar Asep, Jumat (23/12).

Menurut dia, sesuai Undang-Undang Nomor 3 tahun 2009 tentang MA, diamanatkan maksimal jumlah hakim agung 60 orang. Adapun di MA saat ini, hanya ada 54 hakim agung yang bertugas menangani seluruh perkara. Jadi, saran dia, yang perlu disoroti dan diberlakukan adalah pembatasan perkara yang dapat dikasasi.

Asep melihat hanya itu cara satu-satunya agar perkara tidak munumpuk di MA. Karena di berbagai negara cara itu sudah diterapkan dan berhasil menekan kasus yang tidak tertangani. “MA harus pandai memilah kasus mana yang setelah diputuskan bersifat mengikat dan final. Ini agar tidak ada perkara yang sudah menumpuk tak tertangani,” sarannya.

Ketua MA, Harifin Andi Tumpa, mengakui banyak perkara menumpuk di institusi yang dipimpinnya. Pada 2006, perkara yang masuk hanya sekitar 6.000, kemudian pada 2010 meningkat hingga 13.450 perkara. Meningkatnya perkara yang ditangani MA karena masih banyak hakim agung yang kurang cermat dalam menangani perkara.

Sehingga banyak perkara yang sebenarnya secara formal tidak layak ditangani, tetap masuk ke MA. Sehingga ketika keputusan muncul banyak yang mempertanyakannya. "Masalah ini yang harus ditangani," kata Harifin.

Anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW), Emerson Yuntho, prihatin dengan kinerja MA yang tidak meningkat dari tahun ke tahun. Karena itu, pihaknya mendesak diumumkan saja siapa hakim agung yang tidak beres dalam menangani perkara hingga terjadi penumpukan belasan ribu perkara. “Jangan hanya mengeluh saja soal tunggakan perkara, lebih baik bekerja keras menyelesaikannya,” tegasnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement