Senin 19 Dec 2011 18:26 WIB

Dewan Pers Godok Kode Etik Jurnalistik 'Online'

Dewan Pers
Foto: repro matanews
Dewan Pers

REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA - Dewan Pers akan merumuskan kembali kode etik jurnalistik khusus media 'online' atau pemberitaan melalui 'internet' karena banyak laporan terjadi kesalahan karena tidak berimbang dalam pemberitaan yang disiarkan.

"Kita Dewan Pers mengundang beberapa ahli termasuk PWI, AJI, dan IJTI untuk merumuskan kembali kode etik Jurnalistik, khususnya untuk 'online'," kata Ketua Komisi Penelitian, Pendataan, dan Ratifikasi Pers pada Dewan Pers, Muhammad Ridlo'eisy di Tasikmalaya, Senin (19/12).

Ditemui usai menjadi pembicara dalam dialog interaktif dunia jurnalistik dan kewartawanan serta kiat-kiat menghadapi wartawan di aula kantor Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya, Ridlo'easy menilai pemberitaan media 'online' masih ditemukan tidak berimbang.

Menurut dia berita pada media 'online' seringkali menyiarkan pemberitaan setiap kejadian atau kasus pada satu sumber tanpa mengimbangi pernyataan dari nara sumber lainnya.

Namun karakteristik pemberitaan media 'online' tersebut, kata Ridlo'easy karena wartawan dituntut menulis cepat untuk segera menyiarkan setiap peristiwa atau berita.

"Memang media 'online' tidak cenderung keakuratan melainkan kecepatan, sehingga seringkali menulis dulu, kemudian dilanjut, atau 'running news'," katanya.

Ia mengimbau kepada masyarakat agar tidak mudah percaya dulu setiap pemberitaan yang disiarkan media 'online', diharapkan melakukan perbandingan dengan media lain seperti surat kabar besok harinya.

Selain itu masyarakat yang membaca pemberitaan media 'online', kata Ridlo'easy harus mengikuti perkembangan beritanya karena media 'online' akan terus memberitakan dalam waktu yang cukup cepat setelah berita sebelumnya.

"Online untuk informasi awal ok lah, tapi jangan dulu percaya, lihat dulu berita lain di surat kabar atau media lainnya, sebagai perbandingan," katanya.

Sementara itu Dewan Pers sepanjang tahun 2011, kata Ridlo'easy mendapatkan laporan 500 lebih kasus yang disampaikan masyarakat terhadap pemberitaan pada media massa.

Sekitar 85 persen, dijelaskan Ridlo'easy terjadi kesalahan pada wartawan yang menulis kurang cermat atau tidak berimbang sehingga ketika berita disiarkan dikeluhkan pihak yang bersangkutan dalam pemberitaan.

"Kekurang cermatan kemudian ketidak berimbangan, kemudian dapat diselesaikan dengan permohonan maaf dan dengan hak jawab," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement