REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai lambatnya mekanisme penyaluran dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) selama ini disebabkan karena berbagi kendala. Salah satunya adalah dinamika politik terkait penetapan APBD.
"Dinamika politik daerah seringkali menyandera pembahasan RAPBD menjadi APBD, Akibatnya pengesahan APBD seringkali terlambat," kata Koordinator Divisi MPP ICW, Febri Hendri, pada konferensi pers Rabu (14/12). Kepala dinas pendidikan atau pejabat daerah, kata Febri, tidak mau mengambil risiko mentransfer dana BOS ke sekolah sebelum APBD disahkan.
Febri mengatakan, Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Menteri Dalam Negeri tidak menjamin rasa aman para kepala dinas pendidikan untuk cepat mencairkan dana BOS pada masing-masing sekolah.
Selain itu, kelambatan tersebut juga disebabkan lambatnya Rencana Kegiatan Anggaran Sekolah (RKAS). Pihak sekolah masih bingung dengan format RKAS yang berasal dari format RKAD (Rencana Kegiatan Anggaran Daerah).
Format alokasi anggaran sebelumnya jauh berbeda dengan format anggaran APBD ini. Akibatnya, sekolah terlambat menyampaikan syarat pencairan dana BOS pada triwulan berikutnya. Sementara pencairan dana BOS seluruh sekolah mensyaratkan pertanggungjawaban seluruh sekolah selesai pada tenggat waktu ditentukan.
Penyebab ketiga lambatnya penyaluran BOS, kata Febri, adalah keterlambatan pemidahbukuan dari kas negara ke kas daerah. "Hal ini terjadi karena Kemenkeu melalui Ditjen Perimbangan Keungan terlambat menyalurkan dana BOS tersebut pada beberapa Kas Daerah. Hal ini kemudian membuat dana BOS terlambat sampai tingkat sekolah," paparnya.
ICW mencatat penyaluran dana BOS pada triwulan 4 (periode Oktober-Desember 2011) masih terjadi keterlambatan pemindahbukuan. Bahkan, beberapa daerah justru menerima dana BOS dari Kas Negara pada pekan pertama Desember 2011.