Senin 12 Dec 2011 10:14 WIB

Pembantaian Rawagede (1): Bau Mayat Tercium Hingga Berhari Hari

Makam Rawagede
Foto: wordpress
Makam Rawagede

REPUBLIKA.CO.ID, KARAWANG - Ibu tua itu sesekali mengusap mata dengan kain lusuh yang digenggamnya. Dia duduk berdesakan dengan ibu sebaya lainnya di dalam tenda di bawah terik matahari. Saat itu sinar matahari menyilaukan mata. Namun suasana seperti itu tampak tidak membuatnya gelisah atau merasa ingin pulang ke rumah.

Pandangannya lurus ke depan, tepat ke arah podium dimana Bupati Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat, Ade Swara menyampaikan pidato singkat dan kemudian diikuti oleh Duta Besar Belanda untuk Indonesia Tjeerd de Zwaan.

Lalu matanya terlihat berkaca-kaca. "Saya tengah mengandung tiga bulan saat melihat suami ditembak oleh pasukan Belanda," kata Wanti (85 tahun), ibu tua itu, mulai bercerita.

"Awalnya semua laki-laki diperintahkan keluar dari rumah, lalu disuruh berbaris, terus kepala mereka ditembak dengan senapan pasukan Belanda, hanya wanita dan anak-anak saja yang lolos," ujarnya sambil menyeka air mata dengan kain lusuh yang dipegangnya tadi.

Wanti bercerita, setelah penembakan yang berlangsung pagi hari tersebut, dirinya bersama ibu-ibu lain mulai mencari mayat suami masing-masing. Berbekal peralatan seadanya, warga desa yang tersisa mulai menggali tanah untuk menguburkan jasad keluarga mereka.

Karena menggunakan alat sederhana dan lubang yang digali juga tidak dalam, bau mayat tercium hingga berhari-hari di desa itu.

Wanti adalah satu dari enam orang janda asal Desa Rawagede yang menuntut Pemerintah Belanda atas peristiwa pembantaian yang terjadi pada 9 Desember 1947 itu atau saat agresi militer Belanda ke Indonesia setelah nusantara menyatakan merdeka tahun 1945.

Dalam operasinya di daerah Karawang, tentara Belanda sebenarnya memburu Kapten Lukas Kustario, Komandan Kompi Siliwangi yang bersama pasukannya dikenal lihai menyerang tentara Belanda. Lukas diduga bersembunyi di Kampung Rawagede.

Diceritakan, karena tidak menemukan Kapten Lukas, tentara Belanda pun memerintahkan semua penduduk laki-laki, termasuk para remaja belasan tahun di kampung itu berdiri berjejer dan memberondong mereka dengan senapan. Diperkirakan 431 orang meninggal seketika akibat penembakan tersebut.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement