REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR - Direktur Jenderal (Dirjen) Otonomi Daerah (Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) H Djohermansyah Djohan mengatakan, kepala daerah akan kembali dipilih anggota DPRD terkait dengan perubahan sistem pilkada.
"Hal tersebut merupakan salah satu substansi perubahan dalam RUU Pemilihan Kepala Daerah (pilkada) yang akan diajukan ke DPR," katanya saat menjadi pembicara dalam seminar nasional 'Diseminasi Produk-Produk Perencanaan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional' di Denpasar, Rabu (30/11).
"Sistem pilkada perlu ditinjau ulang karena selama ini masih menyisakan sejumlah persoalan. Demokrasi elektoral yang kita gunakan ongkosnya terlalu tinggi dan cenderung menciptakan disharmoni antara kepala daerah dengan wakilnya," ucapnya.
Ia mencontohkan pelaksanaan Pilkada di Jawa Timur yang menghabiskan biaya hingga Rp970 miliar. Menurut dia, sayang jika uang negara sebesar itu hanya digunakan untuk memilih seorang kepala daerah dengan wakilnya. Padahal kewenangan seorang gubernur dan wakil gubernur terbatas.
"Di daerah, seorang gubernur hanya mempunyai kewenangan sebesar 24 persen, sedangkan 76 persen sisanya menjalankan tugas wakil pemerintah pusat," ujarnya.
Menurut dia, gubernur dan bupati dalam RUU tersebut tidak dipilih oleh rakyat secara langsung dan kembali kepada DPRD karena mengacu pada amanat konstitusi.
"Khususnya dalam UUD 1945 pasal 18 ayat 4 disebutkan bahwa gubernur, bupati, dan walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah propinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. Berbeda halnya dengan aturan pemilihan presiden yang secara tegas mensyaratkan harus dipilih langsung oleh rakyat," ujarnya.
Anggota DPRD merupakan wakil rakyat sehingga dapat menjadi representasi rakyat dalam pilkada. "Pemilihan langsung juga tidak jarang menyebabkan pecahnya pemerintahan karena kehendak kepala daerah dengan dewan bertentangan. Bagaimana dapat membuat program yang mensejahterakan rakyat kalau kepentingan politiknya berbeda," katanya mempertanyakan.
Ia menambahkan, kepala daerah dan wakilnya juga tidak akan dipilih dalam satu paket. Dalam artian, DPRD hanya memilih calon tunggal kepala daerah.
"Setelah kepala daerah terpilih, dialah nantinya yang akan menunjuk wakil yang berasal dari kalangan PNS yang berprestasi. Jadi jabatan wakil kepala daerah tidak lagi berasal dari unsur politisi untuk menghindarkan fenomena pecah kongsi antara pimpinan daerah dan wakilnya yang sering terjadi," katanya.
Djohermansyah menyebutkan bahwa di Indonesia hanya sembilan persen kepala daerah dan wakilnya yang bisa kompak menjalankan roda pemerintahan hingga akhir masa jabatan. Itu pun karena wakil berasal dari kalangan PNS.
"Sedangkan yang tidak akur mencapai 91 persen. Akibatnya birokrasi menjadi korban dan terjadi inefisiensi anggaran. Dalam rentang 2008-2010, setidaknya Rp300 triliun uang negara telah lenyap untuk kepentingan bansos-bansos pencitraan dari kepala daerah dengan wakilnya guna memuluskan pencitraan masing-masing," ujarnya.
Dengan wakil kepala daerah berasal dari kalangan karier, diharapkan roda pemerintahan dapat berjalan lebih efektif. Wakil kepaal daerah pun dapat mengingatkan kepala daerah jika kebijakan yang diambil menyalahi ketentuan karena wakil telah profesional di bidangnya.
"RUU Pilkada kini tinggal menunggu proses amanat presiden sebelum diajukan ke DPR. Mudah-mudahan 2012 dapat disetujui DPR dan aturan yang baru ini bisa diterapkan dalam pilkada tahun 2013," katanya.