REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - DPR meminta agar aparat dari Polri dan Badan Narkotika Nasional (BNN) melakukan tes urin bagi seluruh sipir dan narapidana di seluruh Indonesia. Hal ini dinilai perlu untuk menilai apakah masih ada oknum yang terlibat dalam kejahatan tindak pidana penyalahgunaan narkoba di balik jeruji besi.
"Itu perlu dilakukan," jelas anggota Komisi III DPR dari Gerindra, Desmon Junaidi Mahesa, saat dihubungi, Kamis (17/11).
Dia mengatakan permasalahan peredaran dan penyalahgunaan Narkoba di dalam Lapas sudah lama terjadi dan terus berulang meskipun sudah pernah ditindak tegas. Hal ini menurutnya adalah bukti bahwa sistem Lapas di Indonesia sangat buruk dan tak mampu memberikan efek jera bagi pelaku tindak pidana. "Ini tidak boleh dibiarkan," jelasnya.
Menurutnya, kinerja Lapas harus diaudit agar diketahui apakah sistem pembinaan di Lapas sudah berjalan atau justru Lapas selama ini difungsikan untuk melatih penjahat agar lebih jahat.
Penyuapan sipir Lembaga Pemasyarakatan dan peredaran narkoba selalu saja terjadi. Hal ini menunjukkan Kementerian Hukum dan HAM tidak pernah berhasil untuk menciptakan sistem lembaga kemasyarakatan yang mampu memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan.
Penyuapan dilakukan agar sipir mau memenuhi kebutuhan narapidana semisal mendapatkan fasilitas kamar yang lebih baik, membantu memasukkan, bahkan mengedarkan narkoba di dalam Lapas. Penyuapan juga dilakukan agar sipir mau membawa Miras atau wanita pekerja seks ke dalam Lapas. "Ini memprihatinkan," kata Desmon.
Dia menyatakan jika sistem lapas seperti ini maka tidak akan pernah memberikan efek jera, karena tidak ada perbaikan mental yang mampu merubah kepribadian narapidana. Desmon menilai hal ini sebagai bukti bahwa di balik ketatnya peraturan di dalam Lapas terdapat kejahatan yang lebih besar dan merugikan masyarakat luas.
Desmon menyatakan hal ini membuktikan tidak ada pengawasan di dalam Lapas sehingga kejahatan dilakukan oleh semua penghuni didalam Lapas, baik narapidana maupun sipir.