REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM mempertimbangkan untuk menghapus pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor) di daerah dan memusatkannya di Jakarta. "Perihal keberadaan dan kinerja pengadilan tipikor, kita sudah mendiskusikannya dengan pimpinan KPK, apakah tidak lebih baik dan lebih bermanfaat jika hanya berada di Jakarta," kata Wakil Menteri Hukum dan HAM Deny Indrayana pada diskusi "Polemik: Permisi Numpang Remisi" di Jakarta, Sabtu (5/11).
Menurut dia, pertimbangan memusatkan pengadilan tipikor hanya berada di Jakarta didasarkan pada realitas banyaknya vonis bebas terhadap terdakwa kasus korupsi yang ditangani pengadilan tipikor di daerah.
Kemenkum HAM maupun KPK, kata dia, sedang mempertimbangkan dan mengkaji kemungkinan tersebut. "Mari kita lihat, apapaun keputusannya nanti akan mengarah kepada upaya yang lebyh efektif pafa pembrantasan korupsi," ucapnya.
Deny menambahkan, kalau keputusannya, pengadilan tipikor di daerah dihapuskan dan dipusatkan di Jakarta, itu artinya UU Tipikor harus direvisi. Karena keberadaan pengadilan tipikor di daerah, menurut dia, merupakan implementasi dari amanah UU Tipikor.
Menurut Deny, Kemenkum HAM juga sudah mengkonsultasikan kemungkinan pemusatan pengadilan tikpor di Jakarta dengan Ketua Mahkamah Konstitusi. "Ketua MK, Pak Mahfud, memberikan dukungan terhadap kebijakan dari Kemenkum HAM," ujarnya.
Aktivis lembaga swadaya masyarakat Indonesia Corruption Watch (ICW), Eemerson Yuntho mengusulkan agar pengadilan tipikor dipusatkan di Jakarta dan fokus menangani kasus-kasus besar, yakni kasus korupsi dengan nilai di atas Rp1 miliar.
Apalagi, kata dia, pendirian pengadilan tipikor di daerah tersebut, belum diimbangi dengan proses rekrutmen hakim tipikor yang yang mumpuni serta pengawasan dari Komisi Yudisial belum kuat. Keputusan pengadilan tipikor daerah sedang menjadi sorotan masyarakat, karena cukup banyak vonis bebas terhadap terdakwa kasus korupsi.
Berdasarkan data ICW, dalam dua tahun terakhir, pengadilan tipikor daerah telah membebaskan 40 terdakwa kasus korupsi. Vonis bebas itu diputuskan oleh pengadilan tipikor Bandung sebanyak empat kasus, di pengadilan tipikor Semarang satu kasus, di pengadilan tipikor Saraminda 14 kasus, serta di pengadilan tipikor Surabaya terhadap 21 terdakwa.