Selasa 01 Nov 2011 23:14 WIB

Jero Wacik Dukung Kenaikan Gaji Karyawan Freeport Secara Wajar

Ribuan karyawan PT Freeport Indonesia di Kuala Kencana, Timika, Papua,  melakukan mogok kerja, Kamis (16/9).
Foto: Antara/Spedy Paereng
Ribuan karyawan PT Freeport Indonesia di Kuala Kencana, Timika, Papua, melakukan mogok kerja, Kamis (16/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Menteri ESDM Jero Wacik mendukung tuntutan kenaikan gaji karyawan PT Freeport Indonesia secara wajar. "Kenaikan gaji mesti yang pantas. Kalau tidak (atau terlalu tinggi), susah juga (tercapai titik temunya)," katanya di Jakarta, Selasa (1/11).

Jero juga mengatakan, sebagai negara yang baru belajar berdemokrasi, tuntutan seperti kenaikan gaji merupakan kewajaran. "Tapi tentu, kenaikannya mesti pantas," ujarnya lagi.

Sementara, dalam kesempatan terpisah, Direktur Freeport Indonesia Sinta Sirait mengatakan, dalam perundingan yang berlangsung 21-29 Oktober 2011, perusahaan sudah bersedia meningkatkan kenaikan gaji pokok hingga 30 persen. Namun, pekerja masih belum terima tawaran sesuai saran Kemenakertrans selaku mediator.

"Akhirnya, perundingan menemui jalan buntu. Serikat pekerja minta waktu satu minggu," ujarnya. Padahal, kenaikan gaji 30 persen itu sudah setara dengan minimal Rp11 juta per bulan.

Kalau ditambah uang lembur dan bonus, maka pendapatan kotor karyawan golongan A5 bisa mencapai Rp19 juta per bulan.

Serikat pekerja, katanya, tetap meminta upah 7,5 dolar AS per jam atau setara dengan Rp78 juta per bulan. "Jadi, ada selisih hingga 400 persen. Besar sekali," katanya.

Namun demikian, Sinta mengatakan, Freeport tetap terbuka melakukan negosiasi. Ia berharap, negosiasi segera menemui titik temu, sehingga kegiatan pengolahan konsentrat emas dan tembaga kembali berjalan.

Akibat aksi mogok kerja ribuan pekerja, Freeport terpaksa menghentikan kegiatan pengolahan konsentrat sejak 22 Oktober 2011. Menurut Sinta, penghentian dilakukan karena sebagai dampak aksi demo, sejumlah oknum sudah mengarah pada tindakan anarkis berupa pemblokiran jalan, serta pemotongan pipa BBM dan konsentrat di Mil 27.

Akibatnya, sejak 22 Oktober itu, Freeport sudah mengumumkan kondisi darurat (force majeure) kepada para pembeli konsentratnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement