Jumat 28 Oct 2011 10:26 WIB

Ironis...Bali Tak Miliki Lembaga 'Payungi' Sistem Subak

Area pertanian di Bali dengan sistem pengairan subak.  Ilustrasi
Foto: balitropic.info
Area pertanian di Bali dengan sistem pengairan subak. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR - Guru Besar Universitas Udayana, Prof Dr I Wayan Windia, mengatakan, sampai saat ini Bali tidak memiliki lembaga khusus yang mengurus sistem pengairan tradisional dalam bidang pertanian atau subak.

Hal itulah yang mengancam keberadaan subak. "Petani anggota subak harus berhubungan dengan berbagai lembaga pemerintah, tergantung dari permasalahan yang dihadapinya," katanya di Denpasar, Jumat.

Windia yang juga ketua kelompok riset sistem subak itu mengemukakan bahwa keberadaan subak kini tidak ada yang mengurusinya secara penuh, meski Pemerintah Provinsi Bali telah mengucurkan dana Rp 25 juta kepada setiap subak secara berkesinambungan setiap tahun.

Namun hal itu tidak menjadi jaminan dalam menjaga kelestarikan subak yang diwarisi secara turun-temurun di Pulau Dewata itu. Dosen Fakultas Pertanian Unud itu menjelaskan bahwa dulu ada lembaga Sedahan Agung yang mengurus berbagai kepentingan dan permasalahan yang dihadapi subak.

Namun lembaga Sedahan Agung fungsinya kini tidak lagi mengurus kepentingan subak, kecuali hanya difungsikan untuk memungut pajak bumi dan bangunan (PBB), bukan lagi mengurus permasalahan petani anggota subak.

Sistem subak pada dasarnya dapat disebut sebagai wadah sekelompok petani yang mengelola sejumlah sawah yang mendapatkan air irigasi dari suatu sumber. Setiap subak memiliki satu atau lebih bangunan suci, seperti Pura Bedugul.

Menurut dia, organisasi subak berlandaskan sosio-kultural masyarakat, dan bersifat otonum, baik ke dalam maupun ke luar. Oleh karena sifat dan landasannya itu, maka subak di Bali berkembang menjadi organisasi yang fleksibel dan mampu mengadopsi perkembangan teknologi dan beradaptasi dengan dinamika budaya masyarakat.

Windia menjelaskan bahwa subak sejak kelahirannya pada abad XI atau sekitar tahun 1071 di Bali mampu sebagai organisasi yang memberikan dukungannya terhadap proses pembangunan pertanian pada setiap zamannya.

"Di balik keunggulan dan kekuatan subak, namun juga memiliki kelemahan, yakni tidak memiliki kemampuan untuk bertahan dari serbuan intervansi dari luar sistem dirinya," katanya.

Dalam kaitan itu, yang perlu dicatat perkembangan sektor pariwisata di Bali telah meluluhlantakan sistem subak. Hal itu akibat pemerintah di Bali terlalu silau dengan gelimang dolar dari objek wisata.

Ia menilai sangat terlambat memberikan perlindungan subsidi dan proteksi terhadap subak dan memodernisasikan sektor pertanian di Bali pada umumnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement