REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Danang Widoyoko mengatakan, pelaksanaan Kartu Tanda Penduduk Elektronik lebih bermotif proyek ketimbang pembenahan administrasi kependudukan.
"ICW memandang perlu melakukan evaluasi secara menyeluruh atas proyek e-KTP sebelum proyek ini dijalankan," kata Danang di Kantor ICW, Jakarta, Kamis (13/10).
Ia menilai Kementerian Dalam Negeri keliru menafsirkan dasar hukum e-KTP karena dasar pemerintah menerapkan pasal 101 huruf b UU nomor 23 tahun 2006 tentang administrasi kependudukan sebagai dasar pelaksanaan proyek e-KTP adalah sebuah kekeliruan.
Padahal dalam pasal tersebut tidak disinggung sedikitpun soal penerapan e-KTP. "Yang ditarget UU itu Nomor Induk Kependudukan (NIK) bukan e-KTP-nya," ujarnya dan menambahkan bahwa yang perlu dibenahi terlebih dahulu database Nomor Induk Kependudukan.
Oleh karena itu, Danang mengimbau agar pemerintah lebih fokus pada pemutakhiran data NIK. Disamping karena NIK merupakan dasar dalam menerbitkan dokumen sebagaimana dimaksud pasal 13 ayat 3, pemutakhiran NIK jika dihitung biayanya lebih murah ketimbang pelaksanaan e-KTP.
"Yang penting merapihkan NIKnya. Itu yang lebih mendesak ketimbang e-KTP. Karena memudahkan integrasi dengan kepolisian, imigrasi dan perbankan. e-KTP kami melihat itu hanya proyek," ujarnya.
Danang pesimis penerbitan NIK akan selesai pada akhir 2011 dan bila selesai dirinya juga tidak yakin databasenya akan tertata rapi karena sejak awal Kemdagri tak serius menggarap databasenya.
Sebagai indikasi ketidakseriusan, Kemendagri tak pernah menggandeng Badan Pusat Statistik untuk merapikan database. "Sensus pendudukan yang dilakukan BPS justru tak nyambung dengan NIK yang ada. Seharusnya ada koordinasi," katanya.