REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pengacara sekaligus pengamat Hak Asasi Manusia (HAM), Dr Todung Mulya Lubis, mengatakan hukuman seumur hidup tanpa remisi jauh lebih memberikan efek jera dibandingkan hukuman mati.
"Dalam kasus narkotika saja, hukuman mati tidak memberikan efek jera. Kejahatan seperti itu tidak mungkin dilakukan sendiri. Ada mata rantai yang panjang," ungkapnya dalam diskusi upaya penghapusan hukuman mati di Indonesia, Senin (10/10) di Yayasan Tenaga Kerja Indonesia, Jakarta.
"Hukuman penjara seumur hidup jauh lebih kejam. Bayangkan mereka harus menghabiskan sisa hidup di penjara. Tentu saja tanpa handphone dan fasilitas lain," ungkap pengacara ini.
Jika Indonesia mencabut hukuman mati di Indonesia, menurutnya kebijakan ini akan mempengaruhi pandangan global terhadap Indonesia. Indonesia sebagai bangsa dengan mayoritas penduduk Islam terbanyak, akan menjadi model sebagai negara yang memiliki nilai-nilai yang sejalan dengan HAM internasional.
Ia menginginkan upaya pencabutan hukuman mati untuk semua kasus, termasuk bagi para koruptor. " Saya tidak percaya koruptor jera dengan hukuman mati. KoruPsi hanya akan bersih jika negara kita membangun sistem yang transparan dan akuntabel," ungkapnya. Ia menganggap ruang korupsi hanya akan hilang jika pemerintah bersikap transparan di semua bidang.
Menanggapi masalah TKI yang dihukum mati di luar negeri, ia menganggap selama Indonesia masih menganut hukuman mati, maka Indonesia akan kehilangan wibawa di hadapan masyarakat internasional. "Kalau kita mau cegah hukuman mati TKI di luar negeri, kita saja masih menggunakan hukuman mati Indonesia," ungkapnya