REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - DPR mempermasalahkan penindakan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) antara KPK dengan Polri dan Kejaksaan Agung. Komisi III DPR melihat ada kejanggalan dalam penindakan tindak pidana tersebut.
Anggota Komisi III, Ahmad Yani, melihat penindakan Tipikor yang dilakukan KPK sangat luar biasa. Satu perkara menelan biaya mulai Rp 40-50 juta. Sedangkan Polri dan Kejagung tak sampai jumlah itu.
Sementara KPK tak dibatasi berapa jumlah perkara yang ditangani. Sedangkan Polri dan Kejagung dibatasi. "Ini jomplang," paparnya, saat dihubungi, Rabu ( 5/10).
Dia mengatakan kalau memang pemerintah sepakat untuk memberantas Tipikor dengan serius, maka seharusnya tidak ada pembatasan proses hukum perkara. Yani menyatakan bagi Pori itu ada batasannya. Untuk level Polda, perkara yang ditangani mencapai sekitar 50. Polres sekitar 15 perkara. Sementara korupsi terjadi dalam jumlah yang tak terbatas. "Kita akan menggodok lagi masalah ini," Jelas Yani.
Dia mengatakan KPK, dan dua lembaga penegakkan hukum lainnya sama-sama bercita-cita untuk memberantas korupsi. Yani menilai dua lembaga selain KPK sama berkompetennya.
Komisi III nanti akan mempertimbangkan masalah jumlah perkara yang akan ditangani ini. Menurutnya, tidak ada salahnya jika Polri dan kejagung sama-sama tak dibatasi dalam hal penanganan kasus Tipikor. Namun demikian, nantinya akan ada permasalahan anggaran.
Pihaknya sudah mencoba berkali-kali untuk mempertemukan menteri keuangan, menkopolhukam, dan kepala penegakkan hukum. Hingga kini, upaya itu belum juga terwujud.