Rabu 28 Sep 2011 17:04 WIB

KPK Proses 31 Kasus Korupsi Nazaruddin Secara Bertahap

Rep: Muhammad Hafil/ Red: Krisman Purwoko

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangani proses hukum 31 kasus korupsi yang diduga melibatkan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, M Nazaruddin secara bertahap. "31 kasus itu harus ditangani secara bertahap tidak bisa sekaligus," kata Ketua KPK, Busyro Muqoddas di Jakarta, Rabu (28/9). 

Ketika ditanya apakah sudah ada dari 31 kasus itu yang sudah naik ke proses penyidikan, Busyro mengatakan belum mendapat laporan. Yang jelas, kata dia, proses hukum 31 kasus korupsi itu terus dilakukan KPK. 

Seperti diketahui, nama mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, M Nazaruddin pertama kali terendus KPK terindikasi terlibat sejumlah kasus korupsi sejak 14 Desember 2010 saat KPK melakukan ekspose (rapat pimpinan) dalam kasus korupsi pengadaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) pada tahun 2008.

Sejak saat itulah, KPK mulai melakukan penyelidikan terhadap Nazaruddin pada berbagai macam kasus korupsi di luar kasus korupsi PLTS. , sejak ekspose itu, KPK terus mengusut keterlibatan Nazaruddin dalam sejumlah kasus korupsi. Pada 21 April 2011, KPK menangkap Sesmenpora, Wafid Muharram di ruang kerjanya.

Ia ditangkap bersama dua orang lainnya dari pihak swasta yaitu Direktur Marketing PT Duta Graha Indah, Mohamad El Idris dan Direktur Marketing PT Anak Negeri, Mindo Rosalina Manullang. Mereka bertiga ditangkap lantaran sedang melakukan transaksi suap terkait proyek pembangunan wisma atlet SEA Games di Palembang.

Pada hari yang sama itu, KPK juga menggeledah kantor Permai Group? milik Nazaruddin di kawasan Warung Buncit. Pada penggeledahan itu, KPK menemukan banyak dokumen yang berisi petunjuk tentang keterlibatan Nazaruddin dalam sejumlah kasus korupsi.

Dari dokumen-dokumen itu, KPK kemudian menyimpulkan bahwa Nazaruddin terlibat sekitar 31 kasus korupsi. Di antaranya, korupsi di sejumlah kementerian seperti Kementerian Pendidikan Nasional.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement