REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Sidang gugatan Media Group terhadap Sekretaris Kabinet, Dipo Alam, kembali digelar. Terungkap dari keterangan salah satus saksi bahwa Dipo Alam memang menyinggung dua nama media yang sering memberitakan tidak baik soal pemerintah.
"Iya, Pak Dipo Alam menyebut dua media itu (Metro TV dan TV One termasuk Media Indonesia, red) selalu memberitakan yang tidak baik soal pemerintah," ungkap salah satu saksi yang diajukan pihak tergugat (Dipo Alam, red), Markus Darmadji Adisewoy, saat sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (20/9).
Dalam kesaksiannya, staf ahli Seskab itu mengatakan bahwa ucapan tersebut dilontarkan Dipo Alam saat rapat tertutup antara Sekretaris Kabinet dengan Sekretaris Jenderal (Sekjen)Kementerian beserta humasnya pada Senin, 7 Februari 2011.
Rapat yang dihadiri sekitar 100 orang tersebut membicarakan soal lanjutan pengarahan Presiden mengenai peran humas lembaga pemerintah yang harus ditingkatkan dalam menyampaikan program-program yang dilakukan pemerintah kepada masyarakat.
Selain itu, menurut pengakuan saksi, pada rapat tersebut Dipo Alam juga menyampaikan pengarahan presiden mengenai anggaran untuk humas lembaga pemerintah agar digunakan sebaik-baiknya.
Namun tergugat Dipo Alam, tambahnya, tidak memberikan himbauan untuk memboikot media. Dia juga mengaku tidak mengetahui apakah Seskab pernah mengirimkan hak jawab kepada media-media yang dimaksud.
"Tidak tahu," kata saksi saat ditanya Ketua Majelis Hakim, Suwidya, apakah narasumber isu pemboikotan media berasal dari Sekjen Kementerian Agama. Sementara itu, menurut keterangan saksi lainnya, Gatot Sudariyono, Sekjen Kementerian Agam,a tidak hadir dalam rapat pada 7 Februari tersebut dan diwakili oleh Kepala Litbang Kementerian Agama.
"Yang saya ketahui, seperti yang diungkapkan Sekjen Kementerian Agama bahwa dia tidak hadir tetapi diwakili oleh Kepala Litbang Kementerian Agama. Saya tidak tahu yang diberitakan media itu ucapan Sekjen atau Kepala Litbang," kata saksi yang merupakan Staf Khusus Sekretaris Kabinet itu.
Berbeda dengan keterangan saksi sebelumnya, Gatot mengaku bahwa Dipo Alam tidak menyebutkan kedua media tersebut. Dia juga mengaku tidak mendengar soal kata boikot.
"Pada rapat dengar dengan Komisi II DPR, 23 Februari 2011, Pak Dipo ditanyakan soal kata-kata boikot dan dia menyatakan tidak ada kata-kata tersebut," ungkap Gatot.
Ia menceritakan, esok harinya, Kamis (24/02) saat rapat diskusi publik dengan Dewan Pers, Dipo Alam diminta keterangan terkait pernyataannya mengenai kata-kata boikot.
Dari pengakuan Dipo Alam, itu hanya sebuah kritik karena, lanjut Gatot, sebelum rapat pemerintah dengan BUMN di Istana Bogor (21/02) yakni saat Dipo dikonfirmasi wartawan soal isu pemboikotan, pemberitaan media soal kunjungan Presiden ke Nusa Tenggara Timur (NTT) dinilai terlalu keras dan selalu memberitakan soal demo rakyat NTT yang menolak kehadiran Presiden.
Kemungkinan dengan latar belakang itu, kata Gatot, yang disebut-sebut adalah TV One dan Metro TV. Namun, pihak TV One tidak lagi meneruskan somasi, sementara Media Group tetap melanjutkan. Setelah itu, pihak Dipo Alam mulai membentuk tim kuasa hukum.
Media Group menggugat Seskab Dipo Alam sebesar Rp101 triliun. Dalam surat pendaftaran gugatan bernomor 81/PDT.G/ 2011 /PN.JKT.PST itu, Dipo dianggap telah merugikan Media Group secara immateriil, yaitu kerugian waktu, tenaga, pikiran, dan pencemaran nama baik.
Gugatan tersebut didasarkan pada Pasal 1365 KUH Perdata dan Pasal 4 UU Nomor 40/1999 tentang Pers, serta Pasal 52 UU Nomor 11 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Selain kedua saksi, pada sidang tersebut, dihadiri perwakilan dari Media Indonesia yakni Direktur Pemberitaan, Saur Hutabarat beserta kuasa hukum masing-masing penggugat dan tergugat. Rencananya, pada 27 September 2011 merupakan sidang pembuktian akhir. Lalu dilanjutkan pada 4 Oktober 2011 berupa hasil kesimpulan, dan sidang keputusan pada 11 Februari 2011.