REPUBLIKA.CO.ID,PALEMBANG-- Ketua DPR RI Marzuki Alie mengatakan, untuk pemberantasan korupsi agar lebih efektif, perlu diterbitkan undang-undang baru di antaranya yang mengatur ketentuan tentang pembuktian terbalik.
"Harus diterbitkan undang-undang pembuktian terbalik secara khusus, jika memang ingin serius memberantas korupsi," kata Marzuki pada Seminar Nasional "Sistem Pembuktian Terbalik dan Transaksi Keuangan Non-Tunai Strategi Baru Pemberantasan Korupsi," yang diselenggarakan Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, di Palembang, Senin.
Menurut dia, pembuktian terbalik selama ini telah diatur dalam sejumlah peraturan, tetapi belum fokus karena hanya salah satu poin bukan konsentrasi mengatur ketentuan pembuktian terbalik secara penuh.
Penerbitan undang-undang yang khusus mengatur pembuktian terbalik itu, sangat dibutuhkan untuk pemberantasan korupsi, ujar dia.
Ia juga berpendapat, bukan hanya undang-undang pembuktian terbalik yang perlu dibuat secara khusus, tetapi ketentuan pembatasan transaksi dan aturan pemutihan juga mesti diterbitkan.
Undang-undang khusus pencucian uang juga akan menjadi dasar bagi pemberantasan korupsi, kata dia lagi.
Dia mencontohkan, pembatasan transaksi kas juga harus dilaksanakan untuk mengantisipasi praktik korupsi atau suap dengan hanya membolehkan transaksi keuangan di perbankan sebesar Rp 5 juta.
Lewat pengaturan ketentuan transaksi itu akan banyak dampak positifnya, bukan hanya mampu mengantisipasi praktik korupsi dan suap tetapi juga dari aspek perekonomian lebih terjamin, sedangkan transaksi perbankan akan dipantau secara intensif oleh Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK), ujar dia pula.
Praktisi Ekonomi dari Universitas Sriwijaya, Prof Dr H Didik Susetyo SE MSi mengatakan, penerbitan undang-undang bisa menjadi pedoman pelaksana pemberantasan praktik korupsi, tetapi komitmen dari lembaga pemberantasan korupsi juga harus diutamakan. "Jangan sampai undang-undang hanya dianggap aturan saja, tetapi komitmen penerapannya rendah," kata dia.
Dia menambahkan, berkaitan dengan usulan Ketua DPR RI untuk membatasi transaksi kas sebesar Rp 5 juta per hari, tentunya bisa dilaksanakan tetapi dampak negatifnya banyak karena bisa dikaitkan dengan pelanggaran HAM.
Sosialisasi kebijakan tersebut juga akan membutuhkan anggaran yang cukup besar, karena harus mencakup rakyat Indonesia, kata dia.