Rabu 07 Sep 2011 20:47 WIB

Kontrak Dianggap Merugikan, PDAM Jaya akan Gugat Palyja

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Jaya siap mengajukan gugatan perdata ke meja hijau terhadap PT Pam Lyonnaise Jaya (Palyja) karena proses penyeimbangan ulang kontrak antara kedua perusahaan itu tidak pernah tuntas.

"Kami sudah meminta bantuan Kejaksaan Agung sebagai pengacara negara menangani gugatan perdata di peradilan nanti. Sejumlah poin gugatan sudah diserahkan kepada jaksa untuk membela PDAM di meja hijau saat menggungat Palyja," kata Direktur Utama PDAM Jaya, Mauritz Napitupulu, kepada wartawan di ruang kerjanya, Rabu (7/9).

Ia mengatakan, rencana pengajuan gugatan oleh PDAM Jaya kepada Palyja berkaitan dengan Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang dinilai tidak adil. "Kami sudah memanggil direksi Palyja namun menolak negosiasi ulang," katanya.

Operator lain yakni AETRA sudah setuju negosiasi ulang kontrak yang menyepakati tidak menaikkan tarif sampai kontrak PKS berakhir. Sedangkan, Palyja hingga saat ini belum menyetujui hal serupa," ujarnya.

PDAM saat ini sedang menyiapkan gugatan tersebut ke Pengadilan Perdata. Jika tidak dikabulkan akan mengajukan banding ke Badan Arbitrase Nasional Indonesia. Namun, persoalan ini masih dalam tahap proses mediasi oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan Badan Regulator.

"PDAM Jaya menilai Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara PDAM dengan dua operator yang telah berlangsung selama puluhan tahun dinilai tidak adil," tuturnya.

PDAM Jaya memiliki utang sekitar Rp 153 miliar atas imbalan air (short fall) yang dialirkan ke pelanggan. Hutang ini hanya selama 2010 ke kedua operator. Hingga 2022, jumlah hutang akan membengkak menjadi Rp 18,2 Triliun.

"Ini kan tidak adil. Mereka (operator) yang memanajemen, mengolah air, berinvestasi, tetapi ketika ada defisit, PDAM yang harus membayar. Padahal, kalau pun mereka ada untung tidak ada imbal baliknya. Makanya kami ngotot minta diperbaiki kontraknya agar sama-sama menguntungkan," tegasnya.

Indikator lain ketidakadilan, sambung Mauritz, yakni tidak adanya akuntabilitas PKS. Sekalipun memberikan pelayanan publik untuk warga Jakarta, kedua operator tidak bertanggung jawab ke warga.

"Tidak pernah ada laporan pertanggungjawaban ke Gubernur DKI, DPRD dan PDAM Jaya. Padahal, warga Jakarta kan tahunya yang tanggung jawab itu PDAM," ungkapnya.

Terkait peristiwa jebolnya tanggul Pintu Air Buaran, Kalimalang, Jakarta Timur yang menyebabkan sebanyak 250.000 pelanggan Palyja yang tidak mendapatkan air hingga enam hari lamanya, dia menyatakan, tidak akan ada kompensasi untuk warga.

"Air yang tidak diperoleh warga melalui mobil tanki tidak dibayar. Tetapi tidak bisa kalau sampai tagihan bulan September ini sampai tidak dibayarkan,? tambahnya

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement