REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Menteri Pendidikan Nasional, Mohammad Nuh, menyebut tiga hal sebagai penyebab kisruh di kalangan internal Universitas Indonesia (UI). Nuh mengatakan, pihaknya sudah berupaya melakukan mediasi untuk mencari jalan tengah penyelesaian masalah tersebut.
Nuh mengungkapkan, tiga faktor penyebab kisruh tersebut yang pertama adalah hubungan kurang harmonis antara pihak rektorat dengan Majelis Wali Amanat (MWA). Kedua adalah situasi jelang pemilihan rektor baru UI. Sedangkan ketiga, tutur dia, adalah banyaknya pihak-pihak yang tidak terkait namun turut mengeruhkan suasana.
Tidak hanya di UI, Nuh mengungkapkan saat ini masalah terkait MWA juga terjadi di tujuh perguruan tinggi negeri yang sebelumnya berstatus Badan Hukum Milik Negara (BHMN) setelah badan tersebut tak lagi memiliki kekuatan hukum. Di UGM, kata Nuh, terdapat masalah setelah masa bakti MWA-nya akan berakhir Maret 2011 nanti. Padahal pemilihan rektor UGM akan berlangsung pertengahan tahun depan.
Nuh sendiri menyangkal jika Mendiknas disebut mengintervensi masalah di UI. Pertemuan antara jajaran Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) dengan Rektor UI, Gumilar Rusliwa Somantri, dan Guru Besar Fakultas Ekonomi UI, Emil Salim, Senin (8/6) malam lalu disebutnya adalah upaya mediasi yang dilakukan Kemdiknas. "Kemarin itu kami mengundang mereka. Kami tidak ingin terkesan ikut campur masalah tersebut," ujar Nuh usai acara Halal Bihalal di Gedung A, Kemdiknas, Selasa (6/9).
Berbicara mengenai pemberian gelar Doktor Honoris Causa kepada Raja Abdullah bin Abdul Aziz, Nuh menyatakan tak mau berkomentar. Menurutnya, pemberian gelar seperti itu merupakan budaya apresiasif-konstruktif yang lazim dilakukan. "Sepanjang sesuai dengan kriteria dan mekanisme yang berlaku maka silakan saja," tuturnya.
Yang menyebabkan kasus tersebut ramai, kata Nuh, adalah mekanisme prosedur dan syarat pemberian penghargaan tersebut belum diketahui banyak pihak. Selain itu, kata Nuh, barangkali juga terkait dengan pemilihan waktu yang kurang tepat karena berdekatan dengan hukuman pancung yang diterima Ruyati di Arab Saudi.