REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pengamat Charta Politika, Yunarto Wijaya, mengatakan, penilaian panitia seleksi terhadap delapan nama calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sulit dinafikan oleh DPR.
"Kalau DPR menihilkan penilaian yang dibuat pansel, ini akan menjadi indikator bagi masyarakat bahwa pansel sekedar permainan elitis dan berjarak dengan masyarakat. Kondisi akan mendelegitimasi DPR lebih lanjut," katanya di Jakarta, Senin (5/9)/.
Menurut terobosan yang dibuat panitia seleksi (pansel), pembuatan peringkat pada seleksi pimpinan KPK setidaknya mengurangi derajat politik dagang sapi di DPR. Meski itu tak berarti meniadakan sepenuhnya politik kompromi.
"DPR tidak bisa bergerak leluasa. Bila ia bergerak terlalu jauh dengan penilaian pansel, akan menjadi pertanyaan rakyat," katanya. Ia menambahkan, dengan pemeringkatan tersebut, setidaknya dua atau tiga nama teratas kemungkinan akan diakomodir oleh DPR.
Menurut dia, bila kemudian DPR justru lebih mengutamakan politik dagang sapi, hal itu akan memicu delegitimasi lebih lanjut terhadap lembaga ini, dan juga terhadap KPK. "KPK juga akan mengalami dampaknya karena dinilai sebagai salah satu kartel politik," katanya.
Sebelumnya panitia seleksi telah menyelesaikan tugasnya dengan memilih delapan nama calon pimpinan KPK. Pansel juga memuat urutan peringkat delapan nama calon pimpinan KPK tersebut.
Peringkat pertama diduduki Bambang Widjojanto, diikuti oleh Yunus Husein (kini Kepala Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan), Abdullah Hehamahua (Penasihat KPK), dan Handoyo Sudrajat (Deputi Pengawasan Internal dan Pengaduan KPK). Sedangkan urutan kelima hingga kedelapan adalah Abraham Samad, Zulkarnain, Adnan Pandupraja, dan Aryanto Sutadi.
Delapan nama itu telah disampaikan Presiden kepada DPR. Dari nama-nama itu emudian dipilih empat orang guna menggantikan posisi empat pimpinan KPK yang akan segera habis masa tugasnya.