Senin 22 Aug 2011 16:08 WIB

Dewi Yasin Limpo Terancam Dipecat

Rep: Erdy Nasrul/Bilal Ramadhan./ Red: Djibril Muhammad
Ketua DPP Hanura, Akbar Faisal.
Foto: http://petapolitik.com
Ketua DPP Hanura, Akbar Faisal.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Saksi Kasus pemalsuan surat MK, Dewi Yasin Limpo, terancam dipecat dari keanggotaannya di Hanura jika terbukti terlibat dalam kasus tersebut. Karir politiknya di partai tersebut bakal habis jika proses hukum membuktikan dia bersalah.

Saat ini status Dewi masih sebagai pelapor dan saksi atas dugaan pemalsuan surat MK. Dia terus diperiksa penyidik Direktorat I Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri. Dia memberikan keterangan dan mengaku sebagai pihak yang dirugikan dalam kasus itu.

"Akan kita pecat jika benar dia terbukti sebagai pelaku," ungkap Anggota Partai Hanura, Akbar Faisal, saat ditemui setelah memberikan santunan kepada 500 anak yatim, di tempat kerja, Senin (22/8).

Hanura memiliki tim khusus yang mengawasi kader-kadernya di seluruh Indonesia. Jika proses hukum membuktikan Dewi Yasin Limpo bersalah, maka tim akan menggelar rapat tertutup yang akan dihadiri petinggi partai.

Keputusan memecat Dewi bakal keluar jika terbukti proses hukum dalam kasus pemalsuan surat MK mencoreng nama Dewi yang tidak lain adalah kader Hanura di Sulawesi Selatan. "Kita tidak ingin Hanura tercoreng," ujar Akbar.

Dia mengingatkan apapun keputusan yang bakal dikeluarkan pihaknya adalah pelajaran bagi kader-kader partainya untuk bermain bersih dalam Pemilu. Kadernya harus mengingat bahwa cara-cara yang tidak benar diharamkan dalam suksesi pemilu. Dia menyatakan partainya mengharamkan cara-cara yang melanggar hukum, karena mencoreng kredibilitas partai.

Namun demikian, pihaknya menghimbau untuk menghargai proses hukum. Menurutnya, sampai saat ini Dewi adalah korban dari sebuah konspirasi besar yang masih berhak mendapatkan pembelaan. Proses hukum yang dijalani Dewi terus dipantau pihak partai.

Hasil-hasil penyelidikan dan penyidikan polri menjadi pertimbangan, sikap apa yang bakal diambil partai kepada Dewi. Pengacara Dewi, Elsa Syarif, menyatakan kliennya tidak mungkin terlibat dalam kasus itu. "Dewi justru menjadi korban," ujarnya beberapa waktu lalu.

Kasus dugaan pemalsuan surat keputusan MK terkait kursi legislatif Dewie Yasin Limpo, berawal pada 14 Agustus 2009 silam, saat KPU mengirimkan surat kepada MK untuk menanyakan pemilik kursi DPR di Dapil Sulsel, yang diperebutkan Dewie Yasin Limpo dari Hanura dengan Mestariani Habie dari Gerindra.

MK kemudian mengirimkan jawaban tertulis dengan nomor surat 112/PAN MK/2009. Isinya, pemilik kursi yang ditanyakan jatuh kepada Mestariani Habie. Tetapi, KPU malah memberikan putusan kursi tersebut kepada Dewie Yasin Limpo.

Putusan versi KPU, didasarkan pada surat jawaban MK tertanggal 14 Agustus, tiga hari sebelum jawaban asli MK kepada KPU. Keputusan ini membuat MK mengecek surat tanggal 14 Agustus yang dimaksud KPU, dan membandingkannya dengan surat yang benar-benar MK kirimkan pada 17 Agustus. Hasilnya, MK menyatakan surat 14 Agustus yang dijadikan dasar penetapan kursi bagi Dewie Yasin Limpo adalah palsu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement