REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Laporan Yayasan Trisakti kepada Mabes Polri, yang menuduh Ketua Senat Universitas Trisakti dan Ketua Forum Komunikasi Karyawan Trisakti melakukan tindak pidana dengan menghalangi pelaksanaan eksekusi Universitas Trisakti pada 19 Mei yang lalu, menuai masalah hukum baru.
Dalam siaran pers yang diterima Republika, Jumat (12/8), Advendi Simangunsong, yang didampingi kuasa hukumnya dari Kantor Hukum Effendi Saragih dan Amir Syamsuddin, melaporkan balik Yayasan Trisakti ke Mabes Polri dengan tuduhan pencemaran nama sebagaimana dimaksud dalam pasal 310 KUHP dan pasal 27 Ayat (3) UU. No 11 tahun 2008 tentang ITE. Laporan diterima dengan tanda bukti lapor No. TBL/311/VIII/2011/Bareskrim di BARESKRIM Mabes Polri, Jum’at (12/8).
Sebelumnya empat Pimpinan Usakti pada tanggal 9 Agustus juga telah melaporkan Yayasan Trisakti karena telah menuduh Pimpinan Usakti menggunakan surat palsu di Pengadilan Negeri Kakarta Timur.
Advendi menyatakan bahwa pada tanggal 19 Mei lalu, kedatangan juru sita Pengadilan Negeri Jakarta Barat secara resmi diterima oleh Dr. Arbiyoto SH, MH, staf pengajar di Universitas Trisakti yang juga mantan Hakim Agung, dan didampingi oleh tim pengacara dari kantor hukum Effendi Saragih, Bambang Widjojanto dan Amir Syamsuddin, serta ribuan civitas akademika Universitas Trisakti yang terdiri dari dosen, karyawan dan mahasiswa Universitas Trisakti.
“Jadi tidak benar Pak Prayitno selaku Ketua Senat dan Pak Advendi jika dituduh menghalangi petugas untuk melakukan eksekusi, saat itu kami dari tim kuasa hukum menjelaskan kepada juru sita Pengadilan Negeri Jakarta Barat, bahwa putusan Mahkamah Agung RI No.821/K/Pdt/2010 adalah putusan yang non-executable, karena dalam isi putusannya telah melarang para pihak dan siapapun juga tanpa kecuali yang mendapat wewenang dari pimpinan Usakti untuk masuk ke lingkungan Kampus Usakti dan dilarang untuk melakukan Tri Darma Perguruan Tinggi. Jika putusan ini dilaksanakan, maka dapat dikualifikasi sebagai perbuatan yang menghilangkan hak asasi seluruh civitas akademika Universitas Trisakti” ujar Effendi Saragih.
“Apalagi kami mendapat tembusan surat dari Komisi III DPR RI tanggal 18 Mei yang meminta agar PN Jakbar menunda eksekusi karena dianggap non-executable, jadi inilah yang kami sosialisasikan baik kepada juru sita Pengadilan Negeri Jakarta Barat maupun kepada ribuan civitas akademika Usakti yang hadir dilapangan pada saat itu,” ujar Subani dari kantor Hukum Amir Syamsuddin.
Subani melanjutkan, bahwa ia menolak keras tuduhan pihaknya mengerahkan preman untuk menggagalkan eksekusi tersebut, massa yang hadir di situ seluruhnya adalah para dosen, karyawan dan mahasiswa Usakti yang bersimpati dan juga menolak rencana eksekusi. “Saat ini seluruhnya ada 30.000 orang civitas akademika Universitas Trisakti, Pak Prayitno sendiri bahkan pada saat rencana eksekusi itu berlangsung sedang berada didalam gedung rektorat,” lanjutnya
“Kami merasa tercemarkan nama baiknya, apalagi pelaporan yayasan ke Mabes Polti tersebut diliput luas oleh hampir seluruh media massa online, juga media massa cetak,” ujar Advendi Simangunsong. “Itulah mengapa Yayasan Trisakti yang pada saat pelaporan ke Mabes Polri yang diwakili oleh sekretarisnya, Abi Jabar, kami laporkan kembali ke Bareskrim Mabes Polti karena telah melakukan pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam pasal 310 KUHP dan pasal 27 Ayat (3) UU. No 11 tahun 2008 tentang ITE” tambahnya.
“Selain Sekretaris Umum turut dilaporkan pula Ketua Umum Dewan Pengurus Yayasan Trisakti, George Tahija, Ketua Dewan Pembina, Hari Tjan Silalahi, SH, Ketua Umum Pengurus Yayasan Trisakti, Julius Yudha halim dan Anggota Dewan Pembina, Anak Agung Gde Agung,” Ujar Effendi Saragih.