REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan potensi kerugian negara yang berasal dari sektor PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak). Sistem pencatatan PNBP yang masih manual sangat membuka peluang terjadinya korupsi.
Menurut Wakil Ketua KPK, Haryono Umar, PNBP itu seperti retribusi, perizinan, dan pemasukan daerah. Semua itu merupakan pemasukan resmi untuk pendapatan negara.
Namun, semua pemasukan itu tidak seluruhnya masuk ke kas pendapatan negara karena, sistem pencatatannya masih dilakukan secara manual. Sehingga, sangat memungkinkan peluang terjadinya tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh petugas di lapangan.
“Ya misalnya pemasukkannya dibayar Rp 5 miliar, tapi yang dicatat hanya Rp 2 miliar nah yang sisanya ini tidak tahu dikemanakan,” kata Haryono saat dihubungi Republika, Rabu (10/8) pagi.
Namun, Haryono tidak menyebutkan berapa besar pastinya potensi kerugian negara dari PNBP itu. Karena, PNBP itu sulit untuk tercatat secara rapih jika pencatatanya masih dilakukan manual. Ditanya tentang wilayah yang rawan korupsi dari sektor PNPB, Haryono mengatakan hal itu bisa terjadi di kementerian yang mungkin mengeluarkan perizinan seperti paspor, KTP, atau retribusi.