REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Ketua Dewan HAM PBB di Genewa Makarim Wibisono menyatakan konsep dalam penjelasan Pasal 39 ayat 2 huruf f Undang-undang (UU) nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan bertentangan dengan konsep hak asasi manusia. Hal ini diungkapkan Makarim saat menjadi ahli pemohon (Halimah Agustin) pengujian Pasal 39 ayat 2 huruf f UU Perkawinan di Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Selasa.
Penjelasan Pasal 39 ayat 2 huruf f berbunyi: "Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah-tangga".Menurut Makarim, konsep yang disebutkan dalam huruf f telah merugikan kaum perempuan dan isteri karena tidak memberi keadilan dan mencerminkan ketidaksamaan hak bagi kaum perempuan dan isteri dengan hak suami.
"Kaum perempuan dan isteri tidak dilindungi sama sekali oleh ketentuan huruf f tersebut, sehingga tidak memberi kepastian hukum kepada kaum perempuan dan istri pada masa depan hubungan suami-isteri tersebut," katanya.
Hal yang sama juga diungkapkan ahli pemohon lainnya, mantan Jaksa Agung dan mantan Ketua Komnas HAM Marzuki Darusman. Marzuki menilai penjelasan Pasal 39 ayat (2) huruf f ini berpotensi untuk disalahgunakan, sebab perceraian yang menggunakan alasan Pasal 39 ayat (2) huruf f ini secara fitri dapat memicu keadaan antara suami dan istri terus menerus terjadi pertengkaran.
"Masalah yang sering timbul jika salah satu pihak (umumnya laki-laki) menjalin hubungan dengan pihak ketiga yang tidak diterima pihak lainnya," kata Marzuki. Marzuki menilai kondisi seperti itu yang menyebabkan Penjelasan Pasal 39 ayat (2) huruf f lebih banyak merugikan pihak perempuan dan mengakibatkan hak-hak perempuan sebagai hak asasi menjadi rentan.
"Aturan itu membatasi perlindungan negara terhadap warga negaranya, sehingga bertentangan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28H ayat (2) UUD 1945," kata Marzuki. Dalam pemberitaan sebelumnya, Halimah mengajukan pengujian Pasal 39 ayat (2) huruf f UU Perkawinan karena dinilai merugikan hak konstitusionalnya yang dijamin Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28H ayat (2) UUD 1945.
Kuasa Hukum Halimah Chairunnisa, mengatakan pengajuan uji materi pasal tersebut dilatar belakangi keputusan pengadilan telah memutuskan perceraian Halimah dan Bambang dengan alasan telah terjadi pertengkaran terus-menerus yang tidak ada harapan untuk hidup rukun kembali dalam rumah tangga.
Padahal, katanya, saat menggugat cerai, Bambang telah tinggal bersama dengan Mayangsari yang dituding sebagai penyebab pertengkaran, sedangkan Halimah sendiri mengaku telah berusaha untuk mempertahankan rumah tangganya.
Sebagaimana diketahui, pada 2007 lalu gugatan cerai talak Bambang kepada Halimah telah dikabulkan Pengadilan Agama Jakarta Pusat dengan alasan antara keduanya sering terjadi pertengkaran, sehingga tidak ada harapan akan rukun lagi.
Meski gugatan cerai talak sempat dinyatakan ditolak di tingkat banding dan kasasi, namun, di tingkat peninjauan kembali (PK) gugatan cerai talak ini kembali dikabulkan dengan alasan yang sama.