REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Mahkamah Agung (MA) menilai tudingan menjadi hakim harus membayar ratusan juta rupiah sebagai fitnah. Ketua MA Harifin A Tumpa mengatakan, tuduhan komisioner Komisi Yudisial (KY) Suparman bahwa menjadi hakim haru menyogok Rp 275 juta atau Rp 300 juta tidak mendasar. “Jika ada data sekalian saja mengungkap. Kami pasti memeriksa orang itu,” ujar Harifin usai shalat Jumat di kompleks MA, Jumat (15/7).
Menurut Harifin, MA bukan lembaga yang suka mencari perkara dengan lembaga lain. MA adalah tempat orang menyelesaikan perkara. Meski begitu, kata dia, persoalan tuduhan itu harus diselesaikan. Sebab kasus itu sangat serius dan merusak citra MA.
Harifin mengatakan, MA menyerahkan kasus itu sepenuhnya ke polisi. Tujuannya melaporkan ke polisi untuk memberi pelajaran agar tidak semua orang seenaknya menilai macam-macam tentang MA.
Ia menepis tudingan bila kasus itu nanti penyelesaiannya tidak obyektif. Pasalnya yang menyidangkan kasus itu adalah hakim yang tidak lain bekerja pada MA. “Tidak apa-apa kasus itu disidang hakim (MA). Biarkan semuanya diselesaikan di pengadilan,” terang Harifin.
Sebelumnya, MA melalui kuasa hukumnya, Peter Kurniawan melaporkan Komisioner KY, Suparman Marzuki terkait pernyataan adanya pungutan dalam perekrutan hakim. Surat laporan sendiri juga ditanggapi oleh pihak kepolisian dengan mengeluarkan surat laporan bernomor LP/432/VII/2011.
Kuasa Hukum MA, Peter Kurniawan, mengatakan Suparman pernah mengeluarkan pernyataan di media massa untuk menjadi seorang hakim harus membayar Rp 300 juta. Sedangkan, untuk menjadi Ketua Pengadilan Negeri di Jakarta harus membayar Rp 275 juta. “Pernyataan-pernyataan tersebut sangat mendiskreditkan institusi MA sebagai institusi penegak hukum di Indonesia,” kata Peter.
MA melaporkan Suparman dengan tuduhan pencemaran nama baik, penghinaan terhadap kekuasaan lembaga negara, fitnah, pengaduan yang tidak diproses secara prosedural namun langsung dikemukakan ke publik sesuai dengan Pasal 207, 310, 311, 317, dan 318 KUHP.