Kamis 07 Jul 2011 15:31 WIB

Korban Merapi tak Ingin Tanahnya Jadi Hutan Lindung

Rep: Yoebal Ganesha/ Red: Johar Arif
Pengungsi korban Merapi
Foto: Tahta/Republika
Pengungsi korban Merapi

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Warga korban Merapi dari delapan padukuhan di Desa Kepuharjo, Cangkringan, umumnya bersedia direlokasi dari tempat tinggal mereka, asal tanah milik di tempat asal mereka tetap menjadi milik mereka, tidak dijadikan hutan lindung.

Aspirasi warga ini disampaikan dalam dialog Gubernur Sri Sultan HB X dengan warga Kepuharjo korban erupsi Merapi, yang dilaksanakan di Shelter Gondang I, Desa Wukirsari, Cangkringan, Sleman, Kamis (07/07). Acara ini juga dihadiri Bupati Sleman, Sri Purnomo, Kepala BPPTK Yogyakarta, Subandrio.

Erupsi Merapi Oktober-November 2010 telah menyebabkan 819 KK warga Desa Kepuharjo kehilangan rumahnya. Mereka adalah warga Padukuhan Kaliadem (139 KK), Jambu (115 KK), Petung (105 KK), Batur (107 KK), Kopeng (66 KK), Pagerjurang (70 KK), Kepuh (104 KK) dan Manggung (94 KK).

Sebagai besar warga korban Merapi asal Kepuharjo ini kini tinggal di Shelter Gondang I. Sekitar 140 KK di antaranya sudah membangun rumahnya kembali di lokasi baru masih di desa mereka, yang masih dianggap relatif aman.

Sugeng Raharjo, juru bicara warga Padukuhan Kaliadem, mengatakan warga menginginkan direlokasi ke tempat aman yang masih di Desa Kepuharjo, yakni di Dusun Pagerjurang. Menurut dia, tanah di tempat relokasi itu selanjutnya bisa menjadi hak wargam dengan cara dihibahkan, atau dengan cara lain sesuai kemampuan warga. Tanah itu juga selanjutnya bisa diwariskan.

Namun, tanah di Kaliadem yang ditinggal tetap manjadi milik warga, dan tidak dijadikan hutan lindung. Menurut warga, bila tanah mereka dijadikan hutan lindung maka mereka tak bisa mengolah tanah mereka secara penuh.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement