REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin sebagai tersangka dalam kasus suap Sesmenpora. Pemerintah Indonesia pun diminta mendesak Singapura untuk ekstradisi Nazaruddin.
"Dengan adanya permintaan presiden, desak Singapura untuk ekstradisi Nazaruddin," kata Guru Besar Hukum Internasional Fakultas Hukum UI, Hikmahanto Juwana, yang dihubungi Republika, Sabtu (2/7).
Hikmahanto menjelaskan ada dua cara dalam melakukan ekstradisi yaitu dengan meminta Polri untuk menerbitkan red notice Nazaruddin dan Menkumham untuk melayangkan surat resmi permohonan ekstradisi kepada pemerintah Singapura yang difasilitasi Kementerian Luar Negeri (Kemlu).
Namun ia mengingatkan agar Pemerintah Indonesia, khususnya KPK, dapat memiliki alamat jelas dan akurat mengenai tempat tinggal Nazaruddin di Singapura. Pasalnya hingga saat ini belum ada yang mengetahui alamat tinggal Nazaruddin di Singapura.
Tim Pencari Fakta (TPF) Partai Demokrat, lanjutnya, bertemu dengan Nazaruddin di Singapura, bukan di tempat tinggal Nazaruddin. Sedangkan kuasa hukum Nazaruddin, OC Kaligis, bertemu di kantor kuasa hukum Nazaruddin di Singapura.
"Tim (TPF) Demokrat kalau tidak salah bertemu di kafe, yang pasti bukan di rumah Nazaruddin. OC (Kaligis) juga bertemu di kantor pengacara Nazaruddin di Singapura," ujarnya.
Pasalnya, dalam perjanjian ASEAN Mutual Legal Assistance atau bantuan hukum timbal balik, tidak bisa mengharapkan Singapura untuk mengeluarkan anggarannya dalam pencarian Nazaruddin. Maka itu, ia memberi solusi agar KPK menyewa detektif swasta untuk mencari tahu alamat tempat tinggal Nazaruddin.
Informasi alamat Nazaruddin lalu diteruskan ke Kemenkumham dan lalu ke Pemerintah Singapura. " Seperti Fahmi Idris bisa dikatakan detektif swasta, hanya dia lebih fokus dalam pencarian Nunun (Nurbaetie)," imbuhnya.