REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank-bank yang diduga menyembunyikan transaksi mencurigakan orang-orang yang diduga terlibat korupsi pembangunan wisma atlet sea games, termasuk M Nazarudin, bisa dipidana. Pakar pencucian uang, Yenti Garnasih, mengungkapkan penyedia jasa keuangan, termasuk bank, wajib memberikan laporan kepada Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Aliran Keuangan jika ada transaksi mencurigakan.
Sebenarnya, tutur Yenti, PPATK tidak perlu meminta laporan tersebut kepada bank. "Bank yang wajib menyampaikan kepada PPATK. Kalau tidak bisa dipidana," ujarnya saat dihubungi di Jakarta, Selasa (14/6). Menurutnya, hal tersebut sudah tertera di pasal 8 jo pasal 13 di Undang-Undang Pencucian Uang Tahun 2003.
Pasal 8, tuturnya, mengatur tentang PJK yang harus melaporkan. Ketika ada bank dan lembaga keuangan lain yang tidak melaporkan, ungkap Yenti, pasal 13 pun menyebutkan terdapat ancaman pidana. "Jadi diwajibkan. Bukan diimbau," tambah Yenti.
Sebelumnya, Direktur Pengawasan dan Kepatuhan PPATK, Subintoro, mengeluhkan banyaknya transaksi mencurigakan yang belum dilaporkan oleh bank. Transaksi tersebut terkait dengan dugaan korupsi pembangunan wisma atlet sea games yang saat ini tengah disidik KPK.
Ia pun mengungkapkan laporan bank tentang 13 rekening dari 8 bank terkait dengan kasus tersebut merupakan jumlah yang terlalu sedikit. Transaksi itu dideteksi berasal dari perusahaan dan individu dengan nominal transaksi tertinggi Rp 4,9 Miliar (perusahaan) dan Rp 2,5 Miliar (individu). Menurutnya, masih banyak transaksi lain yang sudah dideteksi oleh PPATK akan tetapi belum dilaporkan oleh bank.