REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) kasus Ustadz Abu Bakar Ba'asyir membantah semua pembelaan dalam pleidoi Ba'asyir pada Rabu (25/5) lalu. Menurut Tim Pengacara Muslim (TPM) yang menjadi penasihat hukum Ba'asyir, pihaknya menduga telah terjadi penekanan terhadap para saksi.
"Bukan polemik telekonferensi, tapi saksi-saksi itu bisa didengar langsung apakah mendapat kekerasan," kata Koordinator TPM, Achmad Michdan, usai sidang pembacaan replik atau tanggapan atas pleidoi terdakwa di PN Jaksel, Senin (30/5).
Michdan menegaskan persidangan yang melibatkan amir Jamaah Ansharut Tauhid itu sudah sangat berlebihan. Menurutnya, fakta persidangan adalah bagian terpenting, bukan masalah telekonferensi saksi-saksi. Ia hanya ingin menanggapi, esensinya para saksi dalam kasus terorisme ini adalah tersangka yang tidak dapat diakses penasihat hukum.
Seharusnya, pengadilan mengapresiasi pemeriksaan saksi dengan secara langsung. Kalau teroris versi Densus 88 saja, lanjutnya, tidak pernah selesai. "Kita berharap majelis hakim terbuka. Jadi esensinya bukan telekonferensi tapi untuk mengungkap terorisme," katanya menegaskan.
Mengenai tuntutan JPU yang mengatakan Ba'asyir mengeluarkan dana untuk pelatihan militer di Bukit Jalin Jantho, Aceh, Michdan membantahnya. Ia mengatakan justru Ba'asyir memberikan dana kepada Mer-C sebanyak Rp 300 juta.
"Dia (Ba'asyir) himpun untuk dakwah dan jihad. Ustadz (Ba'asyir) tidak suka dengan kekerasan," pungkasnya.