Selasa 24 May 2011 17:42 WIB

PN Jakarta Pusat Bebaskan Terdakwa Korupsi

Rep: A.Syalaby Ichsan/ Red: taufik rachman

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis hakim akhirnya memvonis bebas mantan Gubernur Bengkulu, Agusrin M. Najamudin dari semua dakwaan.

Ketua majelis hakim, Syarifudin, menyebut Agusrin tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana yang telah dituduhkan jaksa penuntut umum yakni melakukan tindak pidana korupsi dengan membuka rekening tambahan untuk dana bagi hasil Pajak Bumi Bangunan atau Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (DBH-PBB/BPHTB).

Pada sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (24/5), Syarifudin menilai tindak pidana hanya terbukti dilakukan oleh mantan Kepala Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Bengkulu, Chairudin yang telah divonis enam bulan penjara di Pengadilan Negeri Bengkulu.

Menurutnya,  Agusrin tidak terbukti membuka dan menggunakan rekening tambahan yang belum mendapat jawaban dari menteri keuangan. Berdasarkan pertimbangan majelis hakim, pembukaan rekening senilai Rp 21,3 Miliar dilakukan oleh Chairudin dengan memalsukan tandatangan Agusrin. Pembukaan rekening di Bank BRI cabang Bengkulu tersebut dilakukan untuk memindahkan dana DBH-PBB/BPHTB) dari Bank Bengkulu ke BRI Bengkulu sehingga berada di luar penempatan kas daerah.

Majelis hakim mengungkapkan Chairudin memalsukan tanda tangan dengan cara menscan tanda tangan terdakwa. Kemudian, Chairudin mengajukan surat bernomor 900/228/dpd.1/22 Maret 2006 kepada Menteri Keuangan untuk pembukaan rekening di luar kas daerah. Akan tetapi, ungkap hakim, terdakwa tidak pernah menyetujui pembukaan rekening bernomor : 0000115-01-001421-30-3 di BRI Cabang Bengkulu.

Hakim pun menilai tuduhan jaksa bahwa Agusrin menggunakan dana tersebut untuk kepentingan pribadi dan perusahaan tidak dapat terbukti. Dalam dakwaan, jaksa menuduh Agusrin  menggunakan dana senilai Rp 9,17 Miliar untuk perbuatan pabrik CPO dengan alokasi anggaran senilai Rp 2 Miliar.

Sementara sisanya senilai Rp 7,17 Miliar digunakan untuk kepentingan terdakwa. Untuk pembelian travel cek pun hakim menyatakan tidak dapat terbukti. Menurutnya, tidak ada saksi yang menerangkan bahwa terdakwa melakukan pembelian travel cek sebanyak 200 lembar senilai Rp 2 Miliar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement